Senin 08 Jul 2019 17:34 WIB

Mengenal Mushala Sirojurrosyidin Peninggalan Abah Mutawally

Mushala Sirojurrosyidin masih kokoh berdiri.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi sebuah Mushala
Foto: Republika.doc
Ilustrasi sebuah Mushala

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Mushala Sirojurrosyidin masih kokoh berdiri. Mushola ini menjadi satu-satunya bangunan bersejarah yang masih ada peninggalan ulama kharismatik Kuningan, Abah Mutawally atau Kiai Sirajd Rasyidin.

Memang tak ada prasasti yang menunjukan tahun pembangunan mushola itu. Namun menurut keturuanan Abah Mutawally, Kiai Nunung Abdullah Dunun mushola tersebut dibangun usai Abah Mutawally membabat hutan yang kemudian dijadikan pemukiman dan padepokan di Bojong, Cilimus. Abah Mutawally sendiri hidup pada 1818-1953.

Suasana mushola Sirojurrosyidin begitu nyaman saat Republika,co.id mengunjunginya pada Sabtu (6/7). Bangunan mushola ini didominasi warna putih dan hijau. Menurut pengasuh Pondok Pesantren Mutawally, ustaz Riga, mushola Shirojurrosyidin masih dipertahankan keasliannya. Hanya terdap perbaikan terutama pada bagian lantai masjid.

“Kalau lantainya memang diganti baru, tapi dinding, jendela dan desainnya dari dulu seperti ini,” tutur Riga.

 

Mushola ini memiliki pagar tembok khas Cirebonan. Daun pintu dan jendela terbuat dari kayu dengan ventilasi bergaris di tengahnya. Hanya terdapat satu pintu dan tiga jendela yakni dua di bagian depan mushola dan satu jendela di utara mushola. Sementara di sisi Selatan terdapat ruang yang tak terhubung dengan ruang utama mushola. Ruang tersebut saat ini berfungsi sebagai tempat mengaji.

Suasana tempo dulu begitu terasa saat berada di ruang utama mushola. Terelih pada mushola ini punya dua mihrab dengan desain ukiran sederhana. Di mushola ini juga masih terdapat kentongan kayu yang masih ada sejak mushola itu berdiri. Selain itu terdapat tempat dudukan Al Qur'an yang terbuat dari rotan yang diperkirakan digunakan para santri Abah Mutawally saat itu.

Di mushola ini, Abah Mutawally mengajarkan kitab-kitab kuning kepada santri-santinya yang berdatangan dari berbagai daerah. Selai mengajarkan kitab kuning, Abah Mutawally juga tersohor dengan ilmu kanuragannya.

Mushola ini pun jadi satu-satunya peninggalan Abah Mutawally, sebab bangunan padepokan yang dulu sempat digunakan untuk mengajari santri sudah tak lagi ada. Kendati demikian, dalam perkembangannya padepokan tersebut berkembang menjadi Pondok Pesantren Mutawally.

“Peninggalannya tak ada ya hanya mushola dan kalau makamnya kan di Ciloklok,” katanya.

Abah Mutawally merupakan seorang ulama kharismatik tempo dulu di Kabupaten Kunigan. Ia tak hanya dikenal sebagai ulama yang pandai dan lembut saat menyampaikan dakwah Islam. Abah Mutawally juga tersohor dengan ilmu kanuragannya. Bahkan Abah Mutawally sering diitrogasi Belanda lantaran kerap membantu tentara Republik yang akan bergeriliya.

Nama aslinya yakni Kiai Siradj Rasyidin. Ia lahir di kampung Huludayeuh, Desa Timbang, Kabupaten Kuningan pada 1818. Namun tak ada sumber yang bisa menyebutkan tanggal kelahirannya. Meski begitu, diketahii Abah Mutawally merupakan putra dari Ki Bagus Konaan dan kakeknya adalah Ki Bagus Mijah (makamnya berada di Bukit Panyamunan Gumulung, Cirebon).

Ki Bagus Konaan dan Ki Bagus Maijah merupakan ulama besar yang menyebarkan Islam di wilayah Kuningan. Dari ayah dan kakeknya itu lah, Abah Mutawally dibekali pengetahuan agama. Abah Muttawally meninggal pada 10 November 1953 atau saat berusia 135 tahun. Ia dimakamkan di TPU Astana Gede Ciloklok, Cilimus. Saban hari-hari besar Islam, makamnya pun banyak dikunjungi peziarah teruatama para santri dari sejumlah pesantren di Kuningan. Andrian Saputra

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement