Selasa 02 Jul 2019 12:39 WIB

Kisah Tan Kheng Hiong Memeluk Islam Sebab Kepedulian Muslim

Tan Kheng Hiong berganti nama menjadi Siti Aisyah

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Nashih Nashrullah
Salah seorang korban tsunami Aceh 2004, Tan Kheng Hiong yang kini bernama Siti Aisyah, memutuskan untuk menjadi seorang mualaf pada Agustus 2018, bantuan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) karena Aisyah hidup sebatang kara lantaran suami dan anaknya meninggal.
Foto: Dok IZI
Salah seorang korban tsunami Aceh 2004, Tan Kheng Hiong yang kini bernama Siti Aisyah, memutuskan untuk menjadi seorang mualaf pada Agustus 2018, bantuan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) karena Aisyah hidup sebatang kara lantaran suami dan anaknya meninggal.

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN — Hidayah bisa datang darimana saja bagi seseorang yang pada akhirnya memilih untuk memeluk Islam (menjadi mualaf). Tidak terkecuali salah seorang korban tsunami Aceh, Tan Kheng Hiong, yang kini bernama Siti Aisyah, yang memilih menjadi mualaf karena saat bencana tersebut dia banyak dibantu umat Islam.

Aisyah melihat sendiri bagaimana umat Islam menolongnya meski dia keturunan China, dan setelah melihat itu, dia mulai mempelajari Islam. “Saat tsunami, beliau kebanyakan dibantu umat Islam dan di situlah ketertarikan beliau memeluk agama Islam,” ungkap Kepala Cabang Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Muhammad Iqbal Farizi, kepada Republika.co.id, di Medan, Selasa (2/7). 

Baca Juga

Cukup lama Aisyah mempelajari Islam, bahkan dia sempat tinggal di pesantren, akhirnya pada 17 Agustus 2018 Aisyah memutuskan untuk membaca dua kalimat syahadat dan menyatakan diri sebagai seorang Muslimah. Dia dibantu membaca kalimat syahadat oleh salah satu ustaz di Pesantren Dayah Nidhammul Fata, Banda Aceh. 

“Aisyah memeluk Islam atas dasar keinginannya sendiri. Dan sebelumnya dia memang sudah mengenal atau mengetahui tentang Islam, juga lama tinggal di pesantren dan dibina,” papar Iqbal.  

Namun kemudian, dia harus terpaksa pindah ke Medan, Sumatra Utara, karena keluarganya ada yang meninggal. Dan keluarganya itu dibawa dari Banda Aceh menuju Medan, kemudian dikremasi di Medan dan Aisyah tidak bisa kembali lagi ke Banda Aceh.  

Sebelumnya, Tim IZI menghampiri Aisyah setelah mendengar kisah perjuangan Aisyah, untuk memberikan bantuan yakni dalam program ‘Mulia Inisiatif’ yang merupakan santunan khusus dari para donatur IZI.  

Perempuan kelahiran 1968 ini, tinggal di sebuah kamar kost berukuran kecil di Medan, Sumatra Utara. Dan tidak hanya kebutuhan pangan yang harus Aisyah penuhi, melainkan kebutuhan lainnya juga, seperti membayar kamar kost, listrik, air dan lainnya.

Penghasilan sebagai ART tentu saja tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, kadang untuk biaya kamar kost saja, terkadang majikannya ikut membantu. Kondisi ini membuat Tim IZI merasa haru bercampur rasa bangga atas kegigihan Aisyah meski dihadapi dengan situasi kesulitan ekonomi, dia tetap istikamah menjadi Muslimah. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement