Senin 01 Jul 2019 12:12 WIB

Jasa Syekh Thaib Umar dalam Pengembangan Pendidikan Islam

Syekh Thaib Umar merupakan ulama besar tanah Minang

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Pendidikan Islam sistem boarding school (ilustrasi).
Foto:

Madrasah tersebut berbeda dari pesantren atau surau. Para santri tak lagi mengaji dengan model sorogan atau halaqah, melainkan telah menggunakan sarana bangku, meja, dan papan tulis. Madrasah School lebih modern dibandingkan madrasah yang dibangun sebelumnya.

Madrasah tersebut merupakan yang pertama di Sumatra Barat yang menggunakan model seperti itu. Mata pelajaran yang diajarkan juga terus ditambahkan untuk membuka wawasan murid-muridnya. Di samping mata pelajaran agama Islam, Thaib Umar juga menambahnya dengan ilmu-ilmu umum, seperti ilmu berhitung dan aljabar.

Namun, pembaruan yang dilakukan Thaib Umar tersebut dianggap terlalu modern untuk masyarakat Minangkabau kala itu, sehingga Madrasah School hanya dapat bertahan kurang dari empat tahun. Pada 1914 Thaib Umar terpaksa menutup sekolah modern itu. Setelah itu, Thaib Umat kembali menerapkan model pengajaran seperti di surau.

Selain berdakwah lewat pendidikan formal, Thaib Umar juga aktif dalam berdakwah untuk masyarakat umum. Bahkan, dia berdakwah lewat tulisan di majalah Al- Munir pada 1914. Majalah tersebut dipimpin oleh H Abdullah Ahmad.

Lewat majalah pertama di Minang kabau tersebut, Thaib umar sering menyampaikan pandangan-pandangannya yang lebih modern. Dengan optimistis, dia kerap mengajak generasi muda Muslim untuk mempelajari ilmu pengetahuan umum tanpa mengesampingkan ilmu agama. Ilmu pengetahuan umum itu dirasa penting untuk kebutuhan hidup di dunia.

Karena itu, dia tidak menyukai kebiasaan generasi Muslim Indonesia yang hanya mementingkan pelajar ilmu fikih. Visi Al-Munir sesuai dengan tujuan dakwah Thaib Umar selama hidupnya. Majalan tersebut juga bertujuan menyiarkan agama Islam yang sejati dan menegakkan syariat Nabi Muhammad SAW. Apalagi, majalah tersebut juga berani dalam mengkritik pemerintah kolonial Belanda saat itu.

Syekh Thayyib Umar pernah menulis syair sindiran terhadap para santri dalam majalah Al-Munir yang terbit 1912. Berikut syairnya:

Jangan diikut masa yang lata Menuntut ilmu suatu mata Sekadar fiqih hanya dicinta Sehabis umur sendi anggota Habislah masa fiqih tak terang Rupa yang sungguh berupa karang Awaklah faqih disangka orang Ilmu yang tahqiq dapatnya jarang Adapun masa dahulu hari Ilmu dituntut pemagar diri Sekadar bergelar faqih dan kari Untuk pelepas rodi negeri Lebih-lebih di Minangkabau Guru masyaikh pandai mengimbau Ditipunya awam seperti kerbau Ke dalam khalwat banyak terambau

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement