Senin 06 May 2019 23:08 WIB

Nyanyian dalam Pandangan Pakar Tafsir Prof Quraish Shihab

Nyanyian sebagai bagian seni tak selalu dilarang dalam Islam.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Quraish Shihab berjabat tengan dengan Paus Fransiskus
Foto: Dok Istimewa
Quraish Shihab berjabat tengan dengan Paus Fransiskus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seni dan Islam di antara dua hal yang kerap dibenturkan satu sama lain, seolah keduanya tidak bisa saling bertemu. 

Menurut pendiri sekaligus pengasuh Pusat Studi Alquran (PSQ) Prof M Quraish Shihab, dalam bukunya yang bertajuk “Islam yang Saya Pahami; Keragaman itu Rahmat” Islam memang tidak menyetujui seni yang terlepas dari nilai-nilai luhur kemanusiaan. Namun, tidaklah benar jika ada yang mengatakan bahwa Islam tidak merestui seni. 

Baca Juga

Menurut Quraish, justru Islam sangat menganjurkan untuk menggunakan seni, khususnya dalam pelaksanaan ibadah. “Seni atau keindahan bukan saja direstui, tetapi sangat dianjurkan bahkan pada saat melaksanakan ibadah,” kata M Quraish dalam buku ini.

Menurut dia, membaca Alquran dengan suara indah misalnya telah diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Banyak hadis yang memerintahkan seperti itu. Bahkan, 

Rasulullah pernah meminta sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud agar membacakan ayat-ayat Alquran untuknya. Karena, Rasulullah senang mendengar bacaan Alquran sahabat tersebut  

Sebeum datagnya Nabi Muhmmad SAW, umat Islam atau umat manusia secara keseluruhan bahkan telah diperintahkan Allah agar memakai hiasan berupa pakaian bersih dan indah ketika menunaikan ibadah shalat wajib dan sunnah, termasuk pada saat shalat Idul Fitri atau Adha.

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-A’raf ayat 3, yang berbunyi: “Hai anak-anak Adam, pakailah pakaian kamu yang indah di setiap masjid.” 

Menurut Quraish, kata masjid dalam ayat tersebut dapat dipahami juga sebagai persada bumi, karena seperti sabda Rasulullah saw: “ Allah telah menjadikan bagiku dan umatku persada bumi sebagai masjid penyuci (HR. Bukhari). 

Quraish menjelaskan bahwa hukum musik atau nyanyian memang diperselisihkan oleh ulama. Ketika menafsirkan firman Allah dalam surah Luqman ayat 6 dalam kitab Tafsir al-Misbah, Quraish antara lain mengutip pandangan pakar tafsir dan hukum Imam al-Qurthubi yang menyatakan bahwa ayat tersebut dijadikan dasar oleh ulama untuk memakruhkan atau melarang nyanyian. 

Di sisi lain, Quraish juga mengungkapkan pendapat para ulama yang membolehkan nyanyian. Mantan pemimpin tertinggi al-Azhar Mesir misalnya, almarhum Mahmud Syaltut dalam fatwanya menegaskan bahwa para ahli hukum Islam telah sepakat tentnag bolehnya nyanyian duna membangkitkan kerinduan melaksanakan haji, semangat bertempur, serta dalam peristiwa-peristiwa gembira, seperti lebaran, perkawinan, dan sebagainya.

 

  

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement