Kamis 23 May 2019 06:06 WIB

Puasa dan Perawatan Jiwa

Ibadah puasa menjadi sangat penting sebagai media perawatan jiwa

Ramadhan
Foto: IST
Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Ilyas Ismail

Salah satu hikmah penting puasa, menurut Yusuf Qaradhawi, adalah mendidik dan merawat jiwa ( tazkiyat al-nafs) agar tetap bersih dan patuh kepada Allah SWT, dengan melakukan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Dalam Alquran, jiwa ( nafs) menunjuk kepada berbagai kecenderungan yang ada dalam diri manusia, kecende rungan yang buruk, destruktif (fujur) mau pun kecenderungan yang baik, kons truktif (takwa). (QS al-Syams [91]: 7-10).

Kesempurnaan jiwa, seperti ditunjuk ayat di atas, tidak sekali jadi atau taken for granted, tetapi dalam proses ( on going process) menjadi sempurna. Kesempurnaannya memerlukan upaya pe rawatan dan penyucian diri yang ha rus dilakukan secara terus-menerus se panjang waktu.

 

Dalam ajaran sufistik, penyucian diri atau perawatan jiwa itu secara umum dilakukan melalui tiga jalur. Pertama, takhalli, yaitu proses bersih-ber sih diri dengan mengosongkan sifat-sifat buruk atau tercela yang ada da lam jiwa kita. Takhallimerupakan proses awal yang harus dilakukan agar jiwa kondusif untuk perubahan dan per baikan.

Kedua, tahalli, yang secara harfiah ber makna berhias atau bersolek (mem percantik diri). Setelah jiwa kondusif untuk pertumbuhan, perawatan jiwa selanjutnya dilakukan dengan tahalli, yaitu suatu proses menanamkan sifat-sfat baik dan mulia ke dalam jiwa. Dengan tahalli, manusia berusaha meng hiasi diri dengan kualitas-kualitas moral atau keluhuran budi pekerti.

Ketiga, tajalli yang tak lain adalah performa kesempurnaan (takwa). Tajalli menunjuk pada orang yang mampu menyerap potensi-potensi kebaikan (ilahiyah) dan mengaktualisasikannya secara sempurna, sehingga ia menjadi manusia paripurna (insan kamil) se perti tampak pada diri nabi-nabi, terutama Nabi Muhammad SAW.

Ibadah puasa menjadi sangat penting sebagai media perawatan jiwa, ka rena secara intrinsik tiga jalur pe nyu cian jiwa itu terkandung dalam ibadah pua sa. Menurut Qaradhawi, ibadah pua sa itu berintikan dua dimensi perjuangan yang secara bersama-sama harus diupayakan.

Pertama, dimensi pencegahan dan pengendalian ( kaffun wa tarkun). Da lam ibadah puasa, seperti diketahui, terdapat banyak larangan. Orang yang berpuasa harus membersihkan diri dari berbagai keburukan dan akhlak tercela, sehingga Nabi SAW menyebut pua sa sebagai perisai ( junnah) dari do sa-dosa dan kejahatan (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Di sini ter da pat proses takhallidalam ibadah pua sa.

Kedua, dimensi tindakan dan perbuatan ( fi`lun wa `amalun). Selain me nahan diri dari berbagai godaan, orang yang berpuasa diminta agar berbuat dan melakukan berbagai kebajikan dan amal saleh, seperti memberi makan dan buka kepada orang-orang yang ber puasa, memperbanyak sedekah, serta pe duli kepada orang-orang tidak mam pu. Ini semua, tak lain dan tak bukan, merupakan proses tahalli dalam ibadah puasa.

Sedangkan, tajalli mengejawantah dalam “prestasi puncak” bernama takwa. Ini berarti, penyucian diri dan pera watan jiwa yang dikelola melalui ibadah puasa diharapkan benar-benar dapat mengantar kaum beriman menggapai takwa. Wallahu a`lam. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement