Selasa 14 May 2019 13:31 WIB

Medsos Kemenag Diminta Perbanyak Konten Moderasi Beragama

Memperbanyak konten terkait moderasi beragama menjadi penting.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agung Sasongko
Gedung Kemenag
Foto: dok. Republika
Gedung Kemenag

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK — Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) RI, M Nur Kholis Setiawan, meminta media sosial (medsos) Kemenag memperbanyak konten tentang moderasi beragama. Menurut dia, memperbanyak konten terkait moderasi beragama menjadi penting, karena saat ini generasi Z banyak mencari konten keagamaan melalui media sosial.

“Generasi Z di dalam mencari jati diri dalam beragama, tentu akan sangat berbeda dengan bagaimana kita mempelajari agama pada masa dulu. Kebanyakan anak-anak kita akan cenderung berfikir praktis dalam konten beragama yang mereka pandang,” ujar Nur Cholis saat menyampaikan materi pada Rapat Koordinasi Kehumasan Bidang Pengawasan Tingkat Kanwil Tahun 2019 di Depok, Jawa Barat, Senin (13/5).

Baca Juga

Di hadapan 68 peserta yang terdiri dari Kasubag Informasi dan Humas serta pelaksana humas dari 34 provinsi terkait dengan moderasi beragama ini, ia menegaskan perlunya insan humas Kemenag masuk untuk mengintervensi informasi tersebut melalui media sosial.

“Semakin banyak konten Kementerian Agama yang beredar di media sosial, semakin mudah juga anak-anak kita akan mengakses informasi tersebut,” kata Nur Cholis.

 

Karena anak muda sekarang akan lebih suka berpikir praktis dan mencari informasi termasuk di dalamnya informasi keagamaan. Dan akan sangat berbahaya jika informasi yang diakses tersebut justru berasal dari paham yang salah.

Ia juga menyampaikan, sebagai humas lembaga yang mengawal kehidupan agama dan keagamaan bangsa Indonesia, maka penting untuk memiliki cara pandang dalam penyajian informasi.

“Agama dan kehidupan keagamaan dalam kehumasan agama haruslah mempunyai angle tersendiri, bagaimana mengemas produk kemenag untuk bisa dikonsumsi masyarakat,” ujar dia.

Indonesia yang terdiri dari 34 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten kota tentunya mempunyai pola permasalahan keagamaan yang beragam. Ini harus ada perubahan paradigma dari informasi yang dulunya menjadi monologis menjadi dialogis.

“Dari konten yang dulunya hanya sekedar menyampaikan, sekarang Kemenag harus mampu menerima feedback sehingga terjadi tukar-menukar informasi secara dua arah,” tutup dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement