Kamis 16 May 2019 17:38 WIB

Uji Sahih Buku Putih Moderasi Beragama, Kemenag Undang Pakar

Buku Putih Moderasi Beragama akan menjadi acuan Islam moderat

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) menyelenggarakan  Focus Group Discussion (FGD) terkait kajian konseptual, implementasi, dan strategi pengarusutamaan moderasi beragama, di Jakarta.

Kegiatan yang digagas Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ini bertujuan untuk membedah draft “Buku Putih Moderasi Beragama” yang telah disusun Tim Litbang Kemenag bersama dengan CONVEY-PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 

Baca Juga

Menteri Agama (Menag), Lukman Hakim Saifuddin, selama empat tahun belakangan cukup serius menyuarakan pentingnya moderasi beragama di Indonesia. 

Dia pun menyatakan apresiasinya terhadap penyelenggaraan forum ini yang sekaligus dimaknai sebagai uji sahih. Pihaknya ingin mendapatkan peneguhan sekaligus kritik untuk melakukan perbaikan draft buku yang telah disusun ini sehingga buku ini menjadi kesepakatan bersama. 

“Dan buku ini dapat kita gunakan bersama untuk menjawab permasalahan keagamaan yang ada,” ujar Menag Lukman Saifuddin, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Kamis (16/5).

Dia menyebut pengarusutamaan moderasi beragama sebagai salah satu strategi pemajuan kebudayaan sumber daya manusia bangsa Indonesia. Pengarusutamaan ini penting dilakukan dalam rangka merawat keIndonesiaan. 

Indonesia, menurut Menag, dikenal sebagai bangsa yang agamis, rukun, dan damai dengan segala heterogenitas dan keragaman yang ada. 

“Moderasi beragama adalah bagaimana kita sebagai masyarakat indonesia yang agamis ini, kemudian dapat menjaga cara kita beragama, cara kita memahami agama, dan cara kita mengamalkan agama agar selalu berada pada spektrum moderat,” ujar Menag. 

Saat ini, Indonesia bahkan dunia sedang menghadapi tantangan adanya kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, eskplosif, serta intoleran dengan mengatasnamakan agama. Maka moderasi beragama adalah salah satu strategi untuk menangkalnya.

Hal ini pula yang menurutnya membuat Majelis Umum PBB menetapkan tahun 2019 sebagai Tahun Moderasi Internasional (The International Year of Moderation). 

“Kita tidak ingin melahirkan para teknokrat, saintis yang ahli di bidangnya, tapi memiliki pemikiran keagamaan yang ekstrem dan eksklusif, yang justru akan mendatangkan sesuatu yang destruktif. Ini menjadi catatan kami di Kementerian Agama. Ini mengapa pentingnya moderasi beragama dibicarakan,” kata Menag.

Mengingat pentingnya pengarusutamaan moderasi beragama ini, Menag juga mengaku telah berbicara dengan Bappenas untuk memasukkan moderasi beragama menjadi bagian RPJMN selanjutnya. "Karena Kemenag tidak bisa melakukan pengarusutamaan moderasi beragama sendiri. Inilah pentingnya Buku Moderasi Beragama sebagai panduan bersama,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Abdurrahman Mas’ud menyampaikan Buku Putih Moderasi Beragama ini menyediakan definisi konseptual tentang apa yang dimaksud dengan moderasi beragama.

“Maksud utama forum ini adalah mendengarkan masukan tentang Buku Moderasi Beragama yang telah disusun,” ujar Kaban Litbang Diklat Kemenag, Abdurrahman Mas’ud.

Kegiatan ini dihadiri sejumlah tokoh agama seperti Abdul Mu’ti, Richard Daulay, Uung Sendana Liggaraja, Suhadi Sendjaja, dan Ulil Absar Abdalla. Selain tokoh dari enam agama, Kemenag juga mengundang para penggiat kerukunan, peneliti LIPI, serta perwakilan Kementerian/Lembaga seperti dari Kemenkopolhukam, Kemenko PMK, dan Bappenas. // Zahrotul Oktaviani

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement