Sabtu 13 Apr 2019 16:25 WIB

Rumah Zakat Ubah Mindset Nazhir tentang Wakaf Produktif

Tak hanya Nazhir, mindset waqif mengenai wakaf produktif juga perlu diubah

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nidia Zuraya
Wakaf Uang (Illustrasi)
Foto: ANTARA
Wakaf Uang (Illustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan wakaf di Indonesia kian tumbuh. Direktur Utama Rumah Zakat, Nur Effendi, mengatakan wakaf di Indonesia rata-rata tumbuh sebesar 30 persen. Meskipun, belum mencapai kesuksesan seperti negara-negara lain yang berhasil dalam mengelola wakaf produtif.

Menurutnya, suksesnya pengelolaan wakaf di negara lain tidak terlepas dari mindset (pola pikir) para nazhir (pengelola harta benda wakaf) dan waqif (orang yang mewakafkan). "Kendala terbesarnya, mindset kita masih charity dalam mengelola wakaf. Sedangkan mindset negara lain sudah bisnis, hasilnya untuk kemaslahatan umat," kata Nur Efendi, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Sabtu (13/4).

Baca Juga

Ia melanjutkan, sejauh ini pengelolaan wakaf umumnya masih dalam bentuk charity (amal) dan belum berkembang menjadi bentuk wakaf yang menghasilkan usaha atau bisnis. Seperti halnya masjid, pemakaman, rumah sakit amal, dan sebagainya. Baik waqif maupun nazhir masih berpikir bahwa peruntukkan dan pengelolaan wakaf sekedar untuk amal. Karena itu, ia mendorong agar baik nazhir maupun waqif menyamakan mindset soal wakaf yang produktif.

Berbeda dengan negara-negara lain, wakaf juga dikaitkan dengan bisnis. Singapura, misalnya, pengolaan wakaf sudah ada yang berbentuk rumah makan. Dalam sejarah, Effendi mengatakan para sahabat menggunakan wakaf untuk lahan berkebun. Kemudian, hasilnya bisa digunakan untuk berbagai keperluan lainnya.

"Ketika kita tawarkan untuk memanfaatkan wakaf menjadi mall, itu masih tabu dibicarakan di Indonesia. Rumah sakit dari wakaf umumnya yang ada masih berbentuk charity, belum rumah sakit yang memang profesional dan berbayar," ujarnya.

Dengan menyelesaikan persoalan pola pikir tentang wakaf, Effendi mengatakan bahwa lembaga wakaf nantinya akan mudah dalam mengedukasi dan memiliki banyak portofolio program. Selanjutnya, mereka bisa menciptakan banyak kemudahan dalam hal layanan agar para waqif lebih mudah mendonasikan wakafnya.

Dalam hal inovasi, di Indonesia sendiri menurutnya pengembangan wakaf sudah sangat inovatif dibanding negara lain. Misalnya, dalam pengembangan wakaf sukuk, wakaf bandling dengan asuransi, dan lainnya.

Ia menuturkan, wakaf bisa belajar dari proses tumbuhnya zakat di Indonesia. Pertumbuhan zakat dimulai dari sebuah gerakan bersama antara masyarakat dan stakeholder (pemangku kepentingan) terkait pada 1998 untuk memberikan kesadaran masyarakat akan zakat.

Rumah Zakat sendiri pernah membuat kegiatan semacam Gelar Budaya Zakat. Effendi menuturkan, gerakan ini dilakukan di setiap kota untuk mengedukasi masyarakat tentang pengertian dan manfaat zakat, serta rencana jangka panjang dari zakat tersebut.

Di bidang wakaf, ia mengatakan tahun ini Rumah Zakat meluncurkan gerakan bernama Gelombang Wakaf. Gerakan ini juga bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang wakaf, portofolio program wakaf, dan sebagainya.

Dalam hal ini, Rumah Zakat mengedukasi masyarakat tentang wakaf melalui media sosial dan di bidang akademisi dengan kunjungan ke kampus-kampus. Selain itu, Rumah Zakat juga bekerja sama dengan stakeholder seperti Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan dunia bisnis dalam rangka memperbanyak portofolio program.

"Wakaf memiliki potensi besar dan harus dikelola dengan mindset bisnis. Melalui wakaf produktif, portofolia program akan besar dan berjangka panjang. Sedangkan wakaf dalam bentuk charity, mungkin besar tapi selesai di situ," kata dia menambahkan.

Dalam mengembangkan wakaf produktif, Effendi mengatakan bahwa Rumah Zakat telah memanfaatkan wakaf dengan mengelola kebun, rumah sakit berbayar, dan klinik berbayar. Kini, Rumah Zakat mencoba menginisiasi sekolah berbayar, yang dananya berasal dari kombinasi antara ZIS (zakat, infak, sedekah) dan wakaf. Selanjutnya, hasilnya akan digunakan untuk program-program pengentasan kemiskinan di Desa Berdaya yang ada di desa-desa di seluruh Indonesia.

Selain inovasi, Effendi mengatakan gerakan wakaf juga harus benar-benar masif. Selanjutnya, haruslah diperhatikan soal portofolio program. Tidak hanya itu, ia menekankan agar marketing (pemasaran) wakaf juga harus bagus.

Ia menambahkan, lembaga zakat juga seyogyanya memperhatikan soal pelayanan (service) dan kemudahan dalam wakaf. Dalam hal ini, ia mengatakan masyarakat harus difasilitasi agar mereka bisa membayar wakaf lebih mudah. Misalnya, dengan memperbanyak jaringan pembayaran wakaf seperti melalui aplikasi wakaf dan toko daring.

"Sekarang kurang mudah, karena nazhir wakaf sedikit, jaringan pembayaran wakaf juga sedikit," tambahnya.

Menurutnya, baru beberapa lembaga yang memiliki fasilitas pembayaran wakaf daring dan Rumah Zakat yang paling menonjol. Rumah zakat sendiri, dikatakannya, sudah memiliki situs web yang menyediakan fasilitas pembayaran wakaf daring.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement