Rabu 03 Apr 2019 23:00 WIB

Jejak Islam di Malaka

Kisah tentang daerah Malaka bermula dari sebuah dongeng klasik.

(ilustrasi) benteng Porta de Santiago, dahulu milik Portugis, di Malaka
Foto: tangkapan layar wikipedia
(ilustrasi) benteng Porta de Santiago, dahulu milik Portugis, di Malaka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kisah tentang daerah Malaka bermula dari sebuah dongeng klasik. Pada akhir abad XIV seorang Pangeran Hindu bernama Parameswara mendirikan kerajaan di Temasik, saat ini daerah tersebut dikenal dengan nama Singapura. Akan tetapi, serangan dan pemberontakan dari bangsa Siam memaksanya untuk meninggalkan tempat itu, dan mencari wilayah baru. 

Sang pangeran kemudian berjalan bersama rombongannya menyusuri pantai barat Malaysia. Di sebuah sungai yang bernama Bertam, mereka berhenti untuk istirahat dan berburu untuk persediaan makanan. Dari sebuah pohon besar, Pangeran Parameswara menyaksikan sebuah tindakan berani dari rusa yang hendak ditangkap oleh anjing pemburunya. 

Si rusa dengan keras menendang anjing itu. Terkesima dengan kejadian itu dan menganggapnya sebagai pertanda baik, daerah di sisi Sungai Bertam itu dijadikan wilayah baru untuk kotanya. Kota itu kemudian dinamakan sesuai dengan nama pohon tempatnya berteduh, Pohon Malaka.

Beberapa tahun setelahnya, kota itu berkembang dengan pesat. Pangeran Parameswara lalu menikah dengan putri dari Indonesia. Dia kemudian mulai memeluk Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Shah. Saat itu, agama Islam memang sedang menyebar ke berbagai penjuru dunia. Untuk memudahkan pemerintahannya, sang pangeran menciptakan sistem administrasi yang efisien dan prosedur pengadilan yang kemudian digunakan hingga beberapa generasi setelahnya.

Berkat Iskandar Shah, Malaka menjadi kota penting dalam penyebaran agama Islam. Letaknya yang berada di jalur perdagangan antara Cina dan India, memungkinkan pedagang Muslim untuk datang dan bermukim di sana. Seiring perkembangan zaman, Kota Malaka menjadi pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Ulama-ulama yang datang dari India mendapatkan akses yang luas untuk menyebarkan Islam ke Malaysia, Indonesia bagian barat dan Filipina bagian selatan.

Para ulama ini pergi ke daerah-daerah pedesaan, berdakwah, memberikan pengetahuan dan ilmu-ilmu praktis bagi penduduk Malaysia. Walaupun pemimpin Malaka adalah seorang Hindu yang kemudian memeluk Islam, masih diperlukan upaya ulama untuk bisa memberikan pemahaman tentang Islam kepada seluruh penduduknya.

Dengan sistem pesantren, para ulama ini memberikan pendidikan pada masyarakat sekitar, memberikan pelajaran agama, dasar-dasar Islam, serta praktik ibadah dalam agama Islam. Murid-murid para ulama ini biasanya datang dari berbagai wilayah, sampai ke daerah yang terpencil sekalipun. 

Setelah selesai menempa ilmu di pesantren, para murid ini kembali ke daerahnya dan mengajarkan penduduk di desanya tentang Islam. Jaringan inilah yang kemudian memberikan pengaruh terhadap penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.

Pada1511, Portugis tergoda dengan kemakmuran negara Malaka. Kemudian, Admiral Alsonso d' Albuquerque datang dan menaklukkan kota tersebut sehingga menjadi bagian dari Portugis selama sekitar 130 tahun. Lalu, pada 1641, Belanda merebut kota itu. Meskipun sudah jatuh ke tangan bangsa Eropa dan kehilangan figur raja, masyarakat Malaysia, lebih khusus Malaka tetap memeluk agama Islam. Islam menjadi satu-satunya bagian dari hidup mereka yang tidak bisa direnggut oleh penjajah. 

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement