Rabu 27 Feb 2019 23:59 WIB

Aset Wakaf untuk Proyek Strategis Nasional, ini Jawaban BWI

Penggunaan aset wakaf untuk kepentingan umum harus penuhi syarat ketat.

Rep: Umi Sholiha/ Red: Nashih Nashrullah
Pekerja menggunakan alat berat mengerjakan proyek pembangunan jalan tol Serang-Panimbang di Desa Mandala, Lebak, Banten, Senin (11/2/2019).
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja menggunakan alat berat mengerjakan proyek pembangunan jalan tol Serang-Panimbang di Desa Mandala, Lebak, Banten, Senin (11/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— President Director Global Wakaf Corporation sekaligus Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), Imam Teguh Saptono, memberikan tanggapan terkait pemberitaan pelepasan bidang tanah dan bangunan aset wakaf dalam pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Ia mengatakan, pada dasarnya hukum positif di Indonesia tidak memperbolehkan  ruilslag atau tukar guling aset-aset wakaf. Hal ini, tertuang pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dengan jelas menyebutkan harta benda wakaf dilarang ditukar.

Baca Juga

"Pada dasarnya atau hukum awalnya aset-aset wakaf tidak dapat ditukar," kata Imam kepada Republika.co.id, Rabu (27/2) di Jakarta.

Namun,  pada kondisi-kondisi tertentu yang mengharuskan aset-aset wakaf tersebut ditukar untuk kepentingan umum tukar guling tersebut diperbolehkan tetapi  harus memenuhi sejumlah ketentuan yang ketat. "BWI bersama pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama telah memiliki aturan-aturan yang jelas terkait proses ruilslag aset-aset wakaf khususnya tanah dan bangunan," ujarnya.

Ia meminta dengan adanya peraturan ketat yang harus dilalui,  tidak dimaknai kelembagaan wakaf menjadi penghambat PSN. Namun ia meminta, adanya aset wakaf yang ditukar untuk PSN merupakan bentuk nyata kontribusi umat untuk kepentingan negara. 

Imam menjelaskan, adapun aturan yang harus dipenuhi untuk proses ruilslag sebagai berikut. Undang-Undang Wakaf Nomor 41 tahun 2004,  Pemerintah Nomor 42 tahun 2006, Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2018. 

"Inti dari peraturan-peraturan tersebut, ruilslag hanya dapat dilakukan atas kepentingan/kebermanfaatan yang lebih luas dan tersedianya aset pengganti yang nilai dan kebermanfaatannya minimal sama," ujarnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 dan prosedur ruilslag yang dimuat di laman resmi Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag, disebutkan, proses ruilslag setidaknya melewati tujuh tahap sebelum keluarnya izin menteri agama. Tahapan itu ialah (1) KUA, (2) Kantor Kemenag Kabupaten/Kota, (3) Tim Penilai yang terdiri atas unsur Pemkot/Pemkab, MUI kab/kota, BPN kab/kota, dan nazhir, (4) Kantor Kemenag Provinsi, (5) Direktorat Jenderal Bimas Islam Kemenag, (6) BWI, dan (7) Sekretariat Jenderal Kemenag.(Umi Soliha)

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement