Ahad 24 Feb 2019 14:00 WIB

Malcolm di Makkah

Perubahan sikap Malcolm X selepas haji berperan dalam kehidupan banyak orang.

Malcom X
Foto:

Pada April 1964, kurang setahun dari kematiannya, Malcolm X menyaksikan dan menjalani pengalaman tersebut. Selepas memeluk ajaran Islam Sunni, ia langsung bergegas melaksanakan ibadah haji dengan bantuan dana dari saudarinya. Di Jeddah, Malcolm sempat diragukan keislamannya, tapi kemudian mendapat jaminan dari penulis Abdul Rahman Hassan Azzam, bahkan kemudian diundang sebagai tamu Pangeran Faisal bin Abdulaziz.

Datang dari Amerika Serikat di mana rasnya menjadi golongan kelas dua dan kerap mengalami pelecehan, mau tak mau Malcolm terkejut dengan kesetaraan di Tanah Suci. Ada Muslim dengan beragam warna kulit datang dari segala penjuru bumi. Selama berada di Makkah, Mina, dan Muzdalifah, sementara memelajari ritual haji, saya makan dari piring yang sama, minum dari gelas yang sama, tidur pada ranjang atau tikar yang sama. Dengan raja-raja dan para pimpinan, dengan sesama Muslim yang kulitnya paling putih, yang matanya paling biru, yang rambutnya paling pirang.

"Saya melihat di dalam mata biru mereka dan menyaksikan bahwa mereka menganggap saya saudara. Keyakinan mereka kepada Allah, Tuhan Yang Esa, telah menghapuskan 'kulit putih' di pikiran mereka, mengubah sikap dan tindakan terhadap manusia yang be beda warna kulit," tulis Malcolm dalam surat yang ia kirimkan ke Amerika Serikat di sela melaksanakan haji tertanggal 26 April 1964.

Ia juga menyampaikan dalam surat tersebut, siap mengubah pikirannya selama ini soal keunggulan ras kulit hitam dan bahwa mereka dan kaum kulit putih Amerika Serikat tak akan pernah bisa bersatu."Sesungguhnya, semua yang saya saksikan dan alami dalam perjalanan haji ini memaksa saya mengatur ulang banyak pola pikir saya, bahkan mengesampikan kesimpulan terdahulu. 'Menyesuaikan dengan kenyataan' ini tak terlampau sulit bagi saya karena meskipun saya kerap membela sepenuhnya yang saya percayai, saya selalu mencoba membuka pikiran,"tulisnya.

Jika kulit putih Amerika Serikat bersedia menerima agama Islam, jika mereka bersedia menerima Tauhid maka mereka juga bisa dengan tulus menerima kesatuan umat manusia. Mereka akan berhenti menilai orang lain berdasarkan perbedaan warna kulit, Malcolm melanjutkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement