Jumat 01 Feb 2019 05:25 WIB

Mathieu Garvi Kagumi Keindahan Alquran

Awalnya dia berprasangka buruk terhadap Islam atau Muslim.

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Mualaf (ilustrasi)
Foto:

Usai menjadi mualaf, dia kembali ke Prancis untuk kembali melanjutkan kuliahnya. Sebelumnya dia hanya lulusan Diploma di SMA Hilton. Baru kemudian dia melanjutkan sarjana dan pasca sarjana di ISC Paris hingga tahun 2015. Seperti mualaf pada umumnya, hari-hari pertamanya dilalui dengan rasa kesepian. Karena dia tidak memiliki teman dan keluarga untuk dapat beribadah bersama tak terkecuali ketika Ramadhan tiba.

Tahun 2011 merupakan Ra ma dhan pertama. Berat baginya menja lani ibadah pada bulan suci di Pran cis. "Awalnya sedikit kesepian untuk jujur. Itu agak sulit karena keluarga saya tidak merayakan dan jadi saya sendiri pada saat itu," kata Garvi.

Selain tidak memiliki dukungan keluarga dan teman, waktu berpuasa di Prancis pun lebih lama diban ding kan negara lain. Di negara asalnya pun dia tidak memiliki teman untuk berbagi pengalaman atau sekadar berbagi pengetahuan tentang berpuasa dan ibadah apa saja yang da pat dilakukan selama Ramadhan.

Meski begitu, dia tetap berko mit men untuk berpuasa dan bekerja se perti biasa. Sebenarnya, dia ber harap ada orang lain yang memiliki penga laman yang sama, sehingga hari-hari itu tidak dirasakan dengan berat.

Berpuasa bagi Garvi bukan sekadar masalah makanan dan perayaan tahunan. Tetapi lebih dalam, ini merupakan pengalaman spiritual se tiap muslim untuk lebih dekat de ngan Allah. Ketika merasa sendiri, dia op timis dapat melaluinya dengan Allah. Tak ada keraguan sedikitpun setelah dia yakin untuk memeluk Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement