Jumat 09 Nov 2018 10:53 WIB

Empat Tantangan Pelajar Muslim di Sekolah Negeri AS

Para pelajar harus menghadapi berbagai kendala dan dilema sebagai Muslim.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Nashih Nashrullah
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia
Foto: Gabriella Bashkar/Reuters
Muslim Amerika Emily Miry, 24, menyelesaikan shalat Ashar di Islamic Cultural Center, Manhattan, New York

Semua siswa Muslim berbagi keprihatinan dan perasaan terhadap penerimaan diri mereka. Secara umum, kekhawatiran ini dipecah tiga bidang utama, yaitu pakaian, nama, dan identitas. 

Siswa Muslim usia menengah dan SMA lebih berjuang dengan isu-isu ini daripada siswa SD. Bagi anak perempuan, mengamati kesopanan yang diamanatkan agama, dapat menjadi stres terutama ketika siswi tersebut mengalami transisi ke masa pubertas dan harus menjelaskan tampilan ‘barunya’.

Memakai jilbab dirumitkan peraturan distrik sekolah untuk menutupi rambut yang biasanya dikatikan dengan aktivitas geng. Anak perempuan juga menghadapi tantangan di kelas olah raga yang mungkin mengharuskan mereka memakai celana pendek atau melepas jilbab mereka.

Beberapa siswi menyatakan, para pelajar perempuan Muslim yang memiliki orang tua imigran memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami bullying ketika mereka menutupi rambutnya ketimbang orang AS. 

Para perempuan remaja Muslim mengaku, mereka memiliki perasaan mulai dari kerinduan, kebencian kemarahan, hingga rasa bersalah tentang budaya pop pakaian yang dikenakan teman-temannya dan keinginan mereka sendiri untuk memakai yang sama.

Namun, karena sebagian besar distrik sekolah membuka peluang untuk berbagai pakaian yang dapat dikenakan para siswa ke sekolah dan masih sesuai aturan, siswa Muslim, terutama perempuan, bebas untuk mengekspresikan dirinya dan pakaian yang diamanatkan secara agama tanpa ‘mencuat’ lebih dari yang lain.

Baik pelajar laki-laki dan perempuan, bergulat dengan nama mereka masing-masing. Beberapa siswa laki-laki mengakui bahwa mereka sengaja menggunakan nama julukan atau Anglicize nama mereka. Ada ketakutan jika seorang siswa memiliki nama yang mirip dengan penjahat yang dibenci AS, seperti ‘Osama’ atau ‘Saddam’.

Para pelajar laki-laki sangat banyak mengakui, nama melebihi dari apa pun yang menyebabkan bullying dan perkelahian di antara mereka dan rekan-rekannya. 

Seorang pelajar menumpahkan kekesalannya bahwa nama-nama sederhana yang umum bagi umat Islam telah difitnah. Terlepas dari kesulitan-kesulitan ini, nama-nama AS memiliki akar dalam berbagai budaya yang berbeda. Sehingga nama-nama Muslim menawarkan kesempatan untuk memperluas pandangan dunia siswa AS pada umumnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement