Jumat 26 Oct 2018 07:53 WIB

'Kegaduhan Terkait Bendera Tauhid Sebaiknya Disudahi'

Pelaku pembakar bendera sudah meminta maaf dan mengakui tak ikut SOP organisasi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis
Foto: MES
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, demi menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariah, sebaiknya kesalahpahaman dan kegaduhan terkait bendera berlafaz Tauhid segera disudahi. Dia menilai kasus ini semua terkait dengan niat dan tujuan.

"Kepada semua pihak agar mendinginkan suasana (cooling down), bersikap rendah hati dan saling memaafkan, tidak reaktif, serta mari membangun dialog dengan mengutamakan kepentingan bersama," ujar KH Cholil kepada Republika.co.id, Kamis (25/10).

Baca Juga

KH Cholil mengatakan, pelaku pembakar bendera itu sudah meminta maaf secara terbuka. Mereka mengakui tidak mengikuti SOP organisasinya. Akibatnya, timbul salah paham pada sebagian masyarakat yang tidak perlu di tengah memanasnya situasi politik seperti saat ini.

Menurut KH Cholil, jika ada hal yang dianggap terdapat pelanggaran hukum, baik pihak yang membakar atau yang mengibarkan dan membawa bendera di luar kesepakatan bersama, sebaiknya diserahkan kepada aparat penegak hukum. Pihak Kepolisian RI juga diminta tetap bekerja secara profesional dan dapat bertindak seadil-adilnya demi tegaknya hukum.

Namun, belajar dari peristiwa ini, yang terpenting adalah jika muncul permasalahan yang menyangkut paham dan tafsir beragama, dia mengatakan, hendaknya bisa ditempuh dengan cara-cara luhur. Hal itu sebagaimana menjadi warisan budaya bangsa melalui jalan musyawarah dan dialog dari hati ke hati.

"Sejarah telah mencatat bahwa bangsa kita lekat dengan budaya silaturrahim dan dialog untuk mencari titik temu yang dilandasi rasa cinta kasih dan tulus hati, mudah-mudahan Indonesia terus damai dan maju," ujarnya.

Kontroversi pembakaran kain hitam bertuliskan kalimat tauhid yang dilakukan beberapa orang berseragam Banser Ansor mendapat tanggapan beragam di masyarakat. Ia mengatakan, berdasarkan rilis yang disampaikan PP GP Ansor, pembakaran dilakukan secara spontanitas karena menemukan bendera selain merah putih sesuai dengan kesepakatan panitia. Mereka juga mengaku melakukannya atas dasar semangat cinta Tanah Air.

"Karena itu (bendera) diasumsikan sebagai bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang nota bene secara resmi dilarang oleh negara melalui keputusan pengadilan," kata KH Cholil kepada Republika, Kamis (25/10) malam.

Ia berpandangan, yang membakar bendera tersebut tidak mungkin karena alasan phobia atau membenci kalimat syahadatain. Sebab, sesuai tradisinya, Banser yang nota bene warga nahdhiyin biasa melakukan ritual tahlilan. Di dalam tahlilan terdapat bacaan kalimat tauhid, La ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah.

Dia mengatakan, jelas sekali peristiwa tersebut bukan karena phobia terhadap kalimat tauhid. Tapi semata-mata dilakukan karena kecintaan mereka kepada NKRI. Mereka ingin menjaga dari rongrongan ideologi yang hendak mengganti dasar Negara Pancasila dengan sistem khilafah.

"Namun demikian, kejadian tersebut harus diakui telah menimbulkan kegaduhan dan memunculkan tafsir negatif sehingga ada sebagian umat Islam merasa terlukai karenanya," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement