Rabu 24 Oct 2018 05:30 WIB

Perjalanan Syafii Antonio Memeluk Islam (Habis)

Dia banyak terlibat dalam mendirikan dan merealisasikan ekonomi syariah Indonesia

Anggota Dewan Pakar ICMI Muhammad Syafii Antonio memberikan paparanya saat acara Diskusi Dialektika ICMI di Kantor Pusat ICMI, Jakarta, Rabu (11/7).
Foto: .
Syafii Antonio

Kembali ke Indonesia, dia bergabung dengan Muamalat, bank dengan sistem syariah pertama di Indonesia. Dua tahun setelah itu, dia mendirikan Asuransi Takaful, lalu berturut-turut reksa dana syariah.

Sebagai alumnus pesantren, Syafii mengungkapkan ketidakyakinannya bahwa kurikulum pesantren bisa menghasilkan seseorang dengan mental teroris. "Apalagi, pesantren tradisional atau salafi, katanya. Pada pesantren ini, tuntutan untuk tasawufnya cukup tinggi sehingga mereka menekankan pada akhlak dan etika.

Bahkan, dia melihat beberapa pesantren bisa terjerumus pada zuhud yang negatif dan sangat berseberangan dengan apa yang didorong sekarang. Syafii mengarahkan umat untuk membangun perekonomian.

Caranya dengan mandiri berwira usaha dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Hal itu membutuhkan semangat dan motivasi yang tinggi yang jika diniatkan lillahi taala, akan bernilai ibadah.

Begitu pula di beberapa pesantren modern dan progresif, seperti Gontor, Darunnajah, dan lain-lain, pendekatan metode belajarnya sudah diperbarui. Santrinya sudah menggunakan dua bahasa asing dan tidak terlalu terikat pada mazhab tertentu dari sisi fikih dan akidah.

Kemudian, ada jenis pesantren lainnya, yaitu yang mencoba tidak hanya berkutat pada aspek teologi dan teori, tapi mungkin mereka mencoba un tuk merespons tantangan modernisasi dan westernisasi sebagai realisasi amar ma'ruf nahi munkar.

"Kalau yang terakhir ini yang dikem bangkan beberapa pesantren di Indonesia, tanpa saya berhak menyebut nama, mungkin itu bisa jadi yang paling dekat pada pergerakan-pergerakan yang lebih progresif, katanya.

Sebagai alumnus pesantren, Syafii juga memiliki kritik terhadap pendidikan pesantren saat ini. Dia mencontohkan kitab- kitab klasik yang diajarkan di pesantren. Konteks dan contohnya sudah sangat klasik dan belum tentu selesai dipelajari dalam dua-tiga tahun.

Ia mengimbau agar kurikulum pesantren memadatkan apa saja yang harus dipelajari santri. Ada target yang harus dirancang agar santri lebih cepat belajar dan lebih banyak mendapatkan ilmu pengetahuan.

Selain itu, gaya belajar pesantren juga masih terpusat pada satu-dua kiai. Tak ada regenerasi dan tentu sangat berat bagi para kiai itu untuk mengajar sekian banyak santri, katanya. Karenanya, tak heran jika terdapat jarak yang jauh dalam penguasaan ilmu antara kiai dan asistennya.

Syafii melihat para kiai ilmunya sangat banyak dan ikhlas, tapi kurang responsnya terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dalam media apa pun, tulisan kiai sangat jarang sekali.

Ketika muncul pemikiran frontal, mereka cenderung reaktif, bukan proaktif. "Seharusnya jika ada ide-ide jernih langsung dituliskan dan disampaikan ke masyarakat, katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement