Ahad 19 Aug 2018 06:27 WIB

AS Konfirmasi Jutaan Warga Etnis Muslim Uighur Ditahan Cina

PBB sebelumnya melaporkan penahanan terhadap etnis Uighur untuk cuci otak.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nur Aini
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)
Foto: EPA/How Hwee Young
Muslim Cina dari etnis Uighur (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Amerika Serikat mengaku khawatir atas kemungkinan Cina menahan jutaan warga etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya di wilayah barat dan minim akses, Xinjiang.

Angka tersebut muncul satu minggu setelah panel hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan sekitar 1 juta orang Uighur ditahan di pusat perlawanan ekstremisme. Selain itu, jutaan lainnya ditempatkan di kamp pendidikan ulang untuk indoktrinasi politik dan budaya.

Orang-orang Uighur adalah kelompok etnis mayoritas Muslim yang berbahasa Turki di Cina Barat. Sementara daerah otonom Uighur, Xinjiang, memiliki beberapa aturan mandiri yang semakin ketat di bawah aturan polisi negara pemerintahan Cina.

Tindakan keras untuk Uighur terjadi pada masa pendirian komunis Cina di bawah Mao Zedong. Namun, beberapa pakar menyebut beberapa bentuk pengawasan baru seperti teknologi pengenalan wajah diberlakukan saat ini.

AS telah menyuarakan masalah Uighur selama minggu-minggu terakhir ini, namun para kritikus menyebut perlu lebih dari kata-kata untuk menyoroti permasalahan tersebut. Dilansir di ABC News, sebelum KTT pertama menteri luar negeri yang dilaksanakan Juli lalu, Sekretaris Negara Mike Pompeo telah menulis tentang tindakan keras terhadap kebebasan beragama yang terjadi di Cina dan negara lain seperti Korea Utara dan Iran.

"Pihak berwenang Cina kemungkinan menahan setidaknya ratusan ribu orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di kamp internal Xinjiang," ujar Mike saat itu dilansir di ABC News, Sabtu (18/8).

Namun kini, AS menaikkan angka perkiraan tersebut. "Jumlah orang yang ditahan bisa mencapai angka jutaan. AS merasa terganggu dengan perlakuan buruk pemerintahan Cina terhadap rakyat Uighur, Kazhakstan, dan Muslim minoritas lain di wilayah Uighur," ujar seorang staf Kementerian Luar Negeri AS.

Meski pemerintahan Trump telah menunjukkan dan meningkatkan keprihatinan dan perhatiannya terhadap kasus tersebut, namun hingga kini masih belum jelas langkah apa yang akan mereka ambil untuk menuntaskan masalah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement