Rabu 14 Feb 2018 07:33 WIB

Meniru Dakwah Ala Rasulullah

Dakwah bertujuan untuk memberikan kabar baik dan buruk bagi manusia.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Agus Yulianto
 Suasana saat dakwah (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Suasana saat dakwah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Dakwah atau menyiarkan ajaran islam merupakan tugas yang tidak mudah, telebih jika dihadapkan dengan era perkembangan teknologi serba canggih. Tantangan berat yang harus dihadapi pendai saat ini adalah dimana setiap orang mampu memperoleh informasi secara mudah, tanpa harus menghabiskan waktu lama untuk duduk dan berdiam di masjid sambil mendengarkan ceramah agama.

Meski sajian video berisikan ceramah agama bertebaran disosial media, namun terkadang masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk menyaring, mana dakwah yang berbobot dan mana yang hanya bertujuan untuk menghibur, tanpa adanya penyajian konten yang benar. Melalui tabligh akbar yang diselenggarakan di Masjid Raya Al-Musyawarah, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Ustad Yazid Abdul Qadir Jawas menjelaskan, jenis dakwah yang terbaik, yaitu dakwah tauhid yang selalu disampaikan Rasulullah SAW.

Menurut dia, dakwah sendiri bertujuan untuk memberikan kabar baik dan buruk bagi manusia, agar manusia senantiasa menjalankan hidupnya dengan cara yang baik dan tidak terjerumus ke jalan yang sesat. Melalui surat An-Nisa ayat empat, Allah SWT juga menjelaskan fungsi diutusnya rasul-rasul sebagai penyampai dakwah yang tak lain berupa kabar baik dan buruk bagi manusia.

"(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

"Tujuan dakwah yang lain adalah untuk memberikan hidayah kepada manusia. Sehingga ketika pulang dari majelis ilmu, seorang muslim mempunyai bekal dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari," lanjut Ustad Yazid.

Ketauhidan seseorang sangat diperlukan untuk menetukan sampai atau tidaknya berita yang terkandung dalam dakwah. Jika seseorang tidak memiliki tauhid atau kepercayaan akan kekuasaan Allah sebagai pencipta segala makhluk, maka sebagus apapun konten dakwah yang disampaikan, akan dianggap sebagai angin lalu yang tak berbekas.

Sejak awal menyebarkan Islam, Rasulullah SAW selalu menanamkan pentingnya rasa tauhid melalui dakwahnya kepada umatnya. Percaya kebesaran Allah SWT dan meyakini bahwa Allah adalah yang maha tunggal merupakan fondasi terbaik untuk membangun pribadi \Muslim yang tak tergoyahkan. Selainitu, dosa terbesar yang tak terampuni adalah mungkar dan syirik yang tak lain timbul dari lemahnya rasa tauhid.

"Sesudah wafatnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, hujjah pertama yang disampaikan Khulafaur Rasyidin, Tabiin, para Imam dan hingga sekarang oleh para dai adalah tentang tauhid. Karena dosa yang paling besar dan tidak akan diampuni sebelum orang itu benar-benar bertaubah adalah syirik," ujar dia.

Dakwah, menurut Ustad Yazid, juga dapat mengantarkan hidayah kepada manusia serta mengeluarkan mereka dari kegelapan. Jika berkaca pada kehidupan warga arab sebelum datangnya Nabi Muhammad diutus sebagai rasul,orang-orang yang biasa disebut kaum jahiliyah hidup dalam kegelapan, kesesatan, kebodohan, dan segala pemikiran yang salah.

Datangnya Nabi Muhammad bukan hanya membawa kaum jahiliyah keluar dari kegelapan, namun juga mengantar mereka menuju jalan lurus. Jalan lurus, kata Ustad Yazid, adalah mengajarkan dan menanamkan bagaimana cara beribadah kepada Allah dan mentauhidkan-Nya. Penjelasan tentang definisi jalan lurus juga tercurah dalam surah Ali Imrah ayat tiga, yang berbunyi, "Sesungguhnya Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus."

Di tengah zaman yang serba mudah, dimana setiap orang berhak menyalurkan segala pendapat mereka, mulai dari yang baik hingga buruk sekalipun, membuat batasan-batasan agama sangat diperlukan sebagai perisai dan penyaring. Selain melalui dakwah atau ceramah agama, umat Muslim juga dapat mendalami ajaran islam melalui kitab yang diturunkan Allah melalui nabi terakhirnya. Alquran memang disebut sebagai kitab penyempurna dari tiga kitab sebelumnya.

Kata-kata bersastra tinggi dalam Alquran sejatinya mengandung makna kehidupan yang dapat diaplikasikan manusia dalam kesehariannya. Namun, ironinya, banyak orang yang justru salah jalan dan tidak dapat menyerap makna yang dikandung dalam kalam Allah tersebut. Kesalahan ini pula, yang akhirnya membawa manusia pada kesesatan yang sesungguhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement