Kamis 26 Oct 2017 14:08 WIB

Santri Milenial Jangan Jadi Follower

Diskusi E-Literacy untuk Penguatan Pendidikan, dalam Rangkaian Hari Santri 2017, Maspion Square, Surabaya, Rabu-Sabtu (25-27)
Foto: Istimewa
Diskusi E-Literacy untuk Penguatan Pendidikan, dalam Rangkaian Hari Santri 2017, Maspion Square, Surabaya, Rabu-Sabtu (25-27)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA --Di tengah arus perkembangan teknologi, sudah saatnya santri tidak hanya menjadi follower, tapi sebagai trend-setter. Hal inilah yang disampaikan KH. Abdul Ghoffar Rozien, M.Ed (Gus Rozien), Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dalam diskusi Hari Santri dalam agenda "Santri Urban Carnival" di Maspion Square, Surabaya, Rabu malam (25/10).

Dalam diskusi "E-Literacy untuk Penguatan Pendidikan" yang dipandu moderator Munawir Aziz (LTN PBNU/Periset Islam Nusantara), hadir narasumber M. Hasan Chabibie (Pustekkom Kemdikbud), H. Ahmad Athoillah (Ketua Panitia Hari Santri). Hadir juga KH. Lukman Haris Dimyati (Ketua Gerakan Ayo Mondok, Pengasuh Pesantren Tremas Pacitan), Gus Reza Ahmad (Ketua RMI Jatim), dan beberapa kiai pengasuh pesantren di Jawa Timur.

Dalam diskusi ini, Gus Rozien menekankan betapa santri zaman sekarang harus percaya diri dan terus mengembangkan kreatifitas. "Santri zaman sekarang tantangannya di dunia digital. Kita punya instrumen untuk mengembangkan diri. Teknologi informasi hanya sebagai alat, sebagai wasilah, maka harus digunakan sesuai konteksnya agar bermanfaat secara maksimal," ungkap Gus Rozien.

Dalam agenda ini, Gus Rozien mengisahkan bahwa pesantren memiliki kultur pengetahuan yang kuat, dan tetap relevan dalam perkembangan digital sekarang. "Pesantren punya tradisi sanad, untuk menjaga pengetahuan. Ada teman-teman yang merumuskan Fikih Media Sosial, di antaranya menggali metode sanad untuk akurasi informasi," jelas pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen Pati, Jawa Tengah.

Hasan Chabibie (Pustekkom Kemdikbud) menggambarkan betapa percepatan teknologi harus disikapi secara optimistis. "Media televisi butuh 20 hingga 30 tahun untuk memengaruhi publik, radio bahkan lebih lama. Sekarang, teknologi informasi dan media sosial sangat cepat berkembang. Komunitas santri harus siap dengan perkembangan ini, jadilah aktor yang mewarnai media sosial. Di sisi lain, komunitas pesantren harus memiliki 'knowledge management' yang bagus, untuk mewariskan pengetahuan pesantren pada lintas generasi," tegasnya.

Ketua Hari Santri Nasional, H. Ahmad Athoillah (Gus Aik), mengingatkan para santri tentang kaidah penting. "Para santri punya kaidah: al-muhafadzatu 'ala al-qadimi as-shalih, wal akhdzu bil jadidi al-ashlah, menjaga sesuatu yang baik dan mengambil hal-hal baru yang lebih baik. Kaidah ini dapat digunakan untuk masa kini, jadi kita menggunakan teknologi untuk mengambil manfaat yang lebih baik. Dengan tetap menjaga khazanah pesantren yang baik, di antaranya kemampuan mengaji kitab kuning dan mengkaji pelbagai masalah keagamaan-kehidupan yang kontekstual," pinta Gus Aik.

Agenda diskusi ini, ditutup dengan penyerahan hadiah bagi para pemenang Lomba Esai Pesantren dan Videotren (video pesantren). Rangkaian agenda Hari Santri diselenggarakan di berbagai kawasan, baik di pelosok Indonesia, maupun kota-kota di Eropa, Australia, Amerika dan Timur Tengah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement