Selasa 30 May 2017 15:36 WIB

Menuntut Cerai karena Suami Berpoligami

Perceraian/ilustrasi
Foto:
Perceraian/ilustrasi

Syekh Ibnu Jibrin berpendapat, ada banyak alasan bagi wanita untuk mengajukan khulu' atau fasakh. Wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berat juga dianggap memiliki alasan syar'i dalam mengajukan khulu'. Demikian juga jika si suami ternyata mempunyai akhlak tercela, kelainan seksual, hobi melakukan dosa besar, seperti berzina, mabuk-mabukan, atau menentang akidah Islam. Suami tersebut secara yakin dan logis harus di-khulu' atau fasakh.

Demikian pula suami yang tak menafkahi kebutuhan pokok istrinya seperti makanan dan pakaian, padahal dia mampu. Sama halnya suami yang tak memberi nafkah batin baik karena penyakit seksual maupun sengaja ditelantarkan. Alasan-alasan ini bisa menjadi uzur syar'i dalam pengajuan khulu'. Atau yang lebih parahnya lagi, suami murtad, seperti dijelaskan dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 Tahun 1975.

Di samping itu, ada pula kondisi di mana sebuah rumah tangga yang jika dipertahankan bisa membawa si istri pada kekufuran. Si istri tak mencintai suaminya karena ada cacat fisik sehingga ia benci untuk menjalankan kewajibannya sebagai istri atau menunaikan hak-hak suaminya dengan baik.

Hal ini berdalil dari kisah istri Tsaabit bin Qais yang datang kepada Rasulullah SAW. Ia mengaku tak mencela akhlak atau agama suaminya. Tetapi, ia khawatir akan berbuat kekufuran dalam Islam karena tak sanggup menunaikan hak suaminya. Ibnu Hajar dalam Fathul Barri menerangkan, Tsaabit bin Qais adalah laki-laki berwajah buruk sehingga istrinya merasa jijik jika melihatnya.

Terkait hal ini Rasulullah SAW menerima khulu'/ dari istri Tsaabit bin Qais. Rasulullah SAW bersabda, “Apakah engkau (bersedia) mengembalikan kebunnya (yang ia berikan sebagai maharmu)?” Istri Tsaabit pun mengiyakan. Maka Rasulullah SAW memerintahkan Tsaabit untuk menceraikan istrinya. “Terimalah kembali kebun itu dan ceraikanlah ia,” sabda Rasulullah SAW. (HR Bukhari).

Riwayat berbeda dari an-Nasa'i dan disahihkan al-Albani menyebutkan, alasan istri Tsaabit bin Qais meminta cerai bukanlah soal rupa Tsabit yang buruk. Melainkan, Tsabit telah melakukan kekerasan, yakni memukul istrinya hingga patah tangannya. Mayoritas ahli hadis tak membenarkan khulu' dari istri Tsaabit karena alasan sang suami buruk rupa tersebut. Bagaimana mungkin si istri baru menyadari suaminya buruk rupa setelah mereka menjalani bahtera rumah tangga selama 17 tahun? Mereka pun sudah dikaruniai seorang anak dari pernikahannya.

Lantas, bagaimana jika alasan mengajukan khulu' karena suami ingin menikah lagi? Mayoritas ulama tak membenarkan hal ini sebagai syarat mengajukan khulu'. Hal ini disebabkan poligami tak dilarang dalam Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement