Sabtu 30 Jul 2016 09:26 WIB

Tugas Pemimpin, Pelajaran Suharto dan Lee Kuan Yew

Presiden Joko Widodo (kiri atas) dan Wapres Jusuf Kalla memimpin sidang kabinet paripurna pasca perombakan Kabinet Kerja Jilid II di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7).  (Republika/Wihdan)
Foto:

Bicara negara berarti semua sisi. Baik ekonomi, politik, dan sosial. 

“Coba jawab, Indonesia hari ini makin baik, jalan di tempat, atau malah mundur?” Akal saya kini balik bertanya.

“Menurut elo sendiri gimana, Bro?” Pancing nurani saya. 

Tiba-tiba nafsu saya timpali: “Pasti elo mau bilang begini. Politisi berkata, Indonesia maju pesat. Pengusaha bilang, Indonesia hebat. Investor manapun datang”.

Nafas saya tertahan. “Lantas elo pasti sok bela-belain rakyat. Elo pasti akan bilang, lihat hidup rakat makin susah. Desa2 pun kini tak jadi pusat produksi. Malah jadi pasar produk-produk korporasi. Sok jadi hero, elo ah!” Sindir nafsu saya.

Melihat nafsu saya mulai menekan, nurani saya tak tinggal diam. “Bro, coba jawab pertanyaan terakhir. Apa tugas UTAMA pemimpin sih?” Alhamdulillah, pertanyaan nurani saya alihkan tekanan nafsu saya yang mulai mendengus-dengus.

“Tugas utama pemimpin itu KADERISASI”, akal saya yang menjawab lagi. Seperti di keluarga, pemimpin itu orang tua. Kebijakan keluarga ada di orang tua. Tapi masa depan keluarga ada di anak2.

Akal saya mulai menjabarkan. 

“Orang tua menyiapkan apapun agar anak-anaknya bisa raih masa depan. Tak ada orang tua yang larang anak2nya maju. Apalagi halangi anak-anak melampaui prestasi orang tua.”

“Lha, di negara ini mengapa pemimpin malah bongkar yang baik, pasang yang buruk? Anda bilang Anies Baswedan, Sudirman Said, dan Jonan kan orang-orang yang baik. Mengapa mereka disisihkan?” tanya nafsu saya dengan suara yang makin meninggi.

Hadeh... deeuuuh. Menghadapi nafsu yang memanas-manasi, kita memang musti tenang. Musti maruf. Salah bicara, bisa celaka.

Pertanyaan nafsu saya memang bukan hanya untuk saya. Terutama untuk para pemimpin negeri ini. Bukan hanya pada kepala negara atau presiden semata. Tetapi para eksekutif, legislatif dan yudikatif. Termasuk juga bagi kepala daerah, bupati, dan walikota.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement