Kamis 31 Mar 2016 04:57 WIB

Keblinger Bila Masyumi Dituduh Ingin Ubah Pancasila

Presiden Sukarno menghadiri konvensi Partai Masyumi.
Ketua Umum Partai Masyumi Mohammad Natsir ketika berpidato di depan massa.

Ketika ditanya mengenai posisi Partai Masyumi dalam perdebatan soal rancangan konstitusi negara di sidang Badan Konstituante seusai terbentuknya parlemen hasil Pemilu 1955, Lukman juga mengatakan forum itu pun bisa menjadi bukti bahwa Masyumi mentaati dekrit yang berisi perintah kepala negara agar dasar negara kembali ke UUD 1945.

‘’Lagi-lagi di sidang Badan Konstituante soal azas dan dasar negara dibahas kembali. Itu pun suatu yang absah karena sidang tersebut memang dimaksudkan untuk membuat konstitusi negara yang baru. Di situ perdebatan soal  dasar dan azas negara muncul kembali. Selain ide negara berdasarkan Islam, di sidang itu juga muncul keinginan membuat negara dalam bentuk lain, misalnya negara sosialis bahkan diam-diam ada yang mengingkan negara komunis,’’ kata Lukman seraya mengatakan meski berdebat dengan suasana panas, para peserta sidang di badan konstituante mampu bertukar kata dengan penuh adab, santun, dan mengindari perkataan keras menusuk atau menghina pihak lain.

Menurut Lukman, setelah sidang Badan Konstituante mengalami kebuntuan (tapi dalam disertasi Adnan Buyung Nasution dikatakan sebenarnya hampir terjadi kesepakatan, red), maka Presiden Sukarno selaku kepala negara mengambil alih keadaan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juii 1959. Isi dari dekrit itu adalah kembali ke UUD 1945.

‘’Dan harus diingat dalam konsideran dekrit Presiden itu secara jelas dinyatakan: Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu kesatuan dengan konstitusi. Dan harus dingat pula di Piagam Jakarta itu tertera jelas ada tujuh kata itu (dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya). Hal inilah yang harus diketahui sebelum omong Masyumi ingin ubah Pancasila,’’ tegas Lukman.

Sikap Masyumi tidak anti atau ingin mengubah Pancasila semakin terlihat jelas dalam pandangan akhir fraksi tersebut dalam ajang sidang parlemen ketika menanggapi adanya Dekrit Presiden itu.

‘’Jadi ketika dekrit presiden kemudian di bawa ke sidang paripurna parlemen hasil Pemilu 1955 untuk dimintai persetujuan, seluruh fraksi yang ada menerimanya secara aklamasi. Di situ tak ada satu pun yang menolak. Bahkan dalam pidato pandangan akhir Fraksi Masyumi menyatakan: Sejak hari ini Masyumi tunduk dan patuh terhadap UUD 1945 (yang di dalamnya ada Pancasia). Jadi kalau ada pejabat yang omong Masyumi mau ubah Pancasila itu omongan orang  ngawur, keblinger, dan tuna sejarah,’’  kata Lukam menandaskan.

Selain itu, Lukman pun kemudian meminta kepada para pemimpin dan calon pemimpin negara merenungkan kata-kata mendiang Menteri Agama H Alamsyah Ratu Prawiranegara pada dekdae 1980-an. Dia mengatakan: Pancasila itu hadiah terbesar umat Islam kepada bangsa Indonesia.

‘’Jadi pahamilah dengan baik fakta sejarah itu. Pahamilah Pancasila itu adalah hadiah umat Islam. Tanpa sikap legowo dari umat Islam yang pada saat itu diwakili Partai Masyumi seperti Ki Bagus, Kasman, Teuku Mo Hasan, M Natsir, dan berbagai tokoh Masyumi lainnya, Pancasila tak pernah berlaku di negara ini. Sekali lagi jangan omong ngawur!,’’ tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement