Kamis 24 Dec 2015 19:22 WIB

Menafsirkan Mimpi, Bolehkah?

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Bermimpi/Ilustrasi
Foto:
Sumur Nabi Yusuf (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Para ulama bersepakat akan kebolehan menceritakan mimpi dan meminta penakwilan darinya. Bahkan, menurut Markaz Al-Fatwa (4473), yang mengingkari mimpi hanyalah kaum mu'tazilah dan orang-orang atheis saja.

Namun, dalam menafsirkan mimpi perlu diperhatikan rujukan yang jelas. Misalkan, merujuk pada tafsir mimpi yang ditulis para ulama seperti Ibnu Sirin.

Dalam Islam, mimpi bukan hanya sekadar bunga tidur. Historis mimpi dari nabi-nabi terdahulu bahkan menjadikannya sebagai suatu sumber hukum.

Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim AS yang hendak menyembelih anak kesayangannya karena meyakini perintah Allah SWT datang melalui mimpinya. (QS as-Shaffaat [37]: 102).

Demikian pula Nabi Yusuf yang dikenal sangat andal menakwilkan mimpi. Risalah kenabiannya ditandai dengan mimpi melihat matahari, bulan, dan bintang yang sujud kepadanya. (QS Yusuf [12]: 4).

Setelah itu, Nabi Yusuf banyak menafsirkan mimpi hingga menjadikannya perdana Menteri Mesir saat itu. Demikian dikisahkan Alquran dalam Surat Yusuf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement