Rabu 08 Aug 2018 12:51 WIB

Suara Lirih dan Batuk di Balik Runtuhan Masjid Pemenang

Evakuasi terus dilakukan namun korban belum ditemukan.

Evakuasi korban gempa yang tertimpa reruntuhan.
Foto: ACT
Evakuasi korban gempa yang tertimpa reruntuhan.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Siapa pun yang melihat bentuk masjid ini pascagempa, berikut cerita yang terpendam di balik runtuhannya, seketika akan bergidik pilu. Ahad (5/8) malam, kala gempa 7,0 SR mengguncang Pulau Lombok, ada seratusan jamaah sedang menuntaskan pengajian dan Shalat Isya berjamaah di Masjid Jamiul Jamaah, Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang.

Tetapi gempa besar kemudian mengguncang seluruh bangunan masjid. Sekian detik kemudian, masjid itu roboh dua lantai sekaligus, rata dengan tanah. Sebagian besar jamaah sempat melarikan diri terhindar dari robohnya masjid. Tapi tidak bagi sejumlah jamaah lainnya. Beberapa menit pascagempa, teriakan meminta pertolongan bersahutan, lirih, samar, namun tetap terdengar.

Dalam gelap lampu yang padam pascagempa, beberapa saksi mata asal dusun setempat segera mencari sumber suara permintaan tolong. Hudri (32 tahun), salah satu saksi mata mengatakan, ia bersama beberapa orang lain berhasil menyelamatkan tujuh orang dari dalam runtuhan.

“Tapi satu nyawa, seorang yang kami kenal betul, Pak Ahmad, wafat ketika kami evakuasi ke posko pengungsian,” kata Hudri.

Setelah kejadian gempa besar, tak pernah ada yang tahu berapa jumlah lain yang masih terjebak di dalam runtuhan masjid. Hanya sandal-sandal berdebu yang ditinggalkan pemiliknya menjadi bukti bahwa, malam gempa besar itu ada banyak jamaah di dalam masjid.

Satu nama yang diingat Hudri, Inak Salmah (60) yang diduga kuat masih tertimbun di dalam masjid. Posisinya ada di sisi depan masjid dekat pintu masuk sebelah kanan.

Dugaan lainnya, lebih pilu lagi, masih ada sekitar lima korban yang belum diketahui nasibnya. Kemungkinan besar mereka masih tertimbun di dalam puing-puing beton masjid. Hidup atau wafat tidak ada yang tahu.

Suara batuk di dalam runtuhan

Proses evakuasi pun dikerjakan sejak hari pertama pascagempa. Sampai Selasa (7/8) sore, Tim Emergency Response Aksi Cepat Tanggap (ACT) ikut berjibaku mencari korban di balik runtuhan masjid Jamiul Jamaah. Lokasi masjid juga dekat sekali dengan rumah Lalu Muhammad Zohri, juara dunia sprinter 100 meter asal Kecamatan Pemenang.

Malam nahas itu, salah satu saksi mata, Hudri (32) mengatakan, dari lima korban yang tertimbun di dalam, masih ada satu yang hidup. Diduga kuat itu adalah Inak Salmah.

Fathul Azim, salah satu relawan ACT yang memimpin operasi evakuasi mengatakan, ia masih mendengar suara lirih dan batuk.

“Kami di atas runtuhan memanggil nama, dibalas dengan suara lirih dan batuk. Suara batuk ini membuktikan laporan masyarakat yang masih mendengar ada suara ‘minta tolong’ di dalam runtuhan sejak Senin dan Selasa kemarin,” ujar Azim seperti dikutip di ACT News.

Siang hingga menjelang gelap, proses evakuasi dikebut dengan menggunakan beko. Sumber suara batuk menjadi patokan proses pencarian. Runtuhan beton dua lantai dipinggirkan satu persatu. Azim, membantu pengemudi beko mengawal proses penggalian runtuhan.

“Sangat sulit. Masjid dua lantai ini makin padat ke bawah. Satu-satunya cara, lubang bekas kubah kita gali. kita lakukan pemotongan besi. Kita menembus titik diduga posisi terakhir korban, kemungkinan adalah perempuan berusia sekitar 40-60 tahun,” ujar Azim.

Namun sampai hari gelap, tidak ada tanda-tanda tubuh yang terlihat dalam runtuhan. Proses evakuasi dihentikan sementara untuk dilanjutkan, Rabu (8/8) pagi.

Tim terus berusaha sampai menjelang gelap. Tapi posisi korban terdekat yang masih terdengar suara batuk tetap tidak ditemukan. Mereka berencana melanjutkan evakuasi penuh Rabu pagi hingga sore.

photo
Tim dari ACT terus membantu pencarian.

Sosok Azim, yang ikut ambil bagian dalam proses evakuasi rupanya juga memendam cerita pilu. Azim adalah anak asli Sengiggi, Lombok. Sehari-hari menetap di Yogyakarta sebagai pelajar juga Komandan Disaster Emergency Response ACT Yogyakarta.

"Rumah saya juga kena gempa. Saya pulang kampung ke Lombok. Tapi rumah juga sudah hancur rata dengan tanah di Senggigi,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement