Kamis 08 Feb 2018 15:25 WIB

Pesan MUI Soal Pungutan Zakat Bagi ASN Muslim

Zakat tidak hanya sekedar memungut dan mengumpulkan uang dari muzakki

Rep: Novita Intan/ Red: Esthi Maharani
MUI
Foto: ROL/Fian Firatmaja
MUI

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi rencana pemerintah mengenai pemotongan zakat untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 2,5 persen. Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Saadi mengatakan, pihaknya belum pernah diajak musyawarah oleh Kementerian Agama maupun Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), sehingga MUI belum bisa memberikan pendapat terkait dengan rencana tersebut.

Hanya, yang perlu ditekankan masalah zakat tidak hanya sekedar memungut dan mengumpulkan uang dari muzakki (orang yang berzakat) saja, tetapi menyangkut juga tentang siapa saja PNS yang terkena kewajiban zakat, berapa batas nishab dari gaji/pendapatan yang dikenakan wajib zakat. Apakah sifatnya mandatory (wajib) atau voluntary (sukarela) dan bagaimana tasharruf (penyaluran, distribusi) zakat tersebut.

"Syariat Islam memberikan perhatian besar dan memberikan kedudukan tinggi pada ibadah zakat ini," ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Kamis (8/2).

Ibadah zakat adalah merupakan salah satu dari rukun Islam. Zakat diwajibkan atas setiap orang Islam yang telah memenuhi syarat. Selain untuk melaksanakan perintah Allah SWT, tujuan pensyariatan zakat ialah untuk membantu umat Islam yang membutuhkan bantuan dan pertolongan.

 

"Kami setuju bahwa potensi zakat harus lebih dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemaslahatan umat Islam," ucapnya.

Namun, diharapkan dalam pelaksanaannya harus melalui sebuah perencanaan yang baik, kesiapan institusi zakat (BAZNAS) yang profesional, kapabel, dan akuntabel. "Lebih dari itu juga harus melibatkan para pihak yang memiliki kepentingan dan kepedulian terhadap pengelolaan zakat," ungkapnya.

Ia menyarankan, sebelum hal tersebut diwacanakan secara terbuka di publik, sejatinya gagasan tersebut disosialisasikan terlebih dahulu kepada ormas-ormas Islam dan pemangku kepentingan lainnya. Sehingga tidak menimbulkan polemik dan kegaduhan di masyarakat.

MUI, kata dia, berkepentingan mengingatkan hal ini, karena jumlah uang yang akan dikelola cukup besar. Apalagi uang tersebut adalah uang umat Islam yang harus ditasharufkan (didistribusikan) secara amanah, dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan ketentuan perundang-undangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement