Jumat 29 Sep 2017 05:58 WIB

Perjuangan Yoyoh Lanjutkan Dakwah Suami di Kampung Cimaraca

Yoyoh
Foto: Daqu
Yoyoh

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Kepergian suaminya empat tahun lalu tidak membuat Yoyoh Junariyah (38) bersedih untuk waktu lama. Ibarat pelari estafet Yoyoh melanjutkan apa yang telah diperjuangkan sang suami membangun peradaban Islam di Kampung Cimaraca, Desa Curug, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Sumirat Anang, suami Yoyoh, meninggal dalam sebuah kecelakaan saat hendak berangkat ke Jakarta untuk berdakwah selepas melaksanakan shalat Jumat. Semasa hidupnya Sumirat dikenal sosok yang suka menolong dan satu-satunya sosok pengajar agama di desanya. Jika dirinya tidak ada maka tidak akan ada yang memimpin shalat Jumat dah pengajian. Membangun peradaban Islam adalah cita-citanya.

"Bukan hanya kami keluarga yang merasa kehilangan saat beliau meninggal. Tetapi juga warga desa. Jadi kalau mau salat Jumat atau mengadakan pengajian besar kami cari ustad dari luar untuk mengisi tausiyah. Soalnya kalau ustadnya enggak ada, ya enggak ada salat Jumat di sini,” ujar Yoyoh.

Meski dekat dari Jakarta, jalan menuju Kampung Cimaraca tidak semudah yang dibayangkan. Butuh waktu tiga hingga empat jam menujunya. Tidak ada jalan beraspal. Hanya ada jalan setapak yang masih penuh dengan tanah merah dan bebatuan di kampung yang letaknya di tengah-tengah perbukitan itu. Saat hujan tiba, tanah merah menyulitkan siapapun yang akan melewati jalan itu.

Lampu penerang jalan sangat jarang terlihat di sepanjang jalan. Kanan kiri jalan di penuhi pohon-pohon karet dan jati yang masih tumbuh subur, juga ilalang yang tingginya sekitar dua meter. Jika ingin ke luar kampung, warga harus mengeluarkan ongkos cukup mahal sekitar Rp 20-50 ribu.

Meski sempat terpukul dengan kepergian Sumirat. Namun dukungan warga dan cita-cita suaminya membuat Yoyoh bersigap mengambil estafet perjuangan. Apalagi setelah ditinggal Sumirat, tak ada lagi guru ngaji dan rumahnya memang jadi satu-satunya tempat anak-anak dan warga mendawamkan Qur’an. Dari seorang ibu rumah tangga, kini Yoyoh menjadi guru ngaji untuk anak-anak dan ibu-ibu.

“Warga juga minta saya ngajar gantikan almarhum. Saya juga mau warga di sini pintar dalam hal agama. Jadi meskipun di sini dianggap kampung yang serba tertinggal, tapi jangan sampai juga tertinggal dari segi ilmu pengetahuan agama,” tutur Yoyoh.

Mimpi besar Yoyoh adalah, semua warga desanya pintar dalam hal agama dan mengaji. Pun khusus kepada ketiga anaknya yang ia harapkan menjadi sosok pejuang dakwah Islam seperti almarhum Sumirat.

Dari hampir 50 santri, tutur Yoyoh, sudah ada tujuh santri yang diyakininya dapat menjadi pemimpin masa depan. Setiap hari ia mengajar anak-anak dan tiga kali seminggu untuk ibu-ibu. Sementara untuk bapak-bapak digelar hanya malam Jumat karena harus mengundang ustad dari luar desa.

Untuk mendukung dakwah Yoyoh, PPPA Daarul Quran mendistribusikan puluhan Al-Quran agar bisa meneruskan dakwah suami di desanya. Termasuk dukungan Anda pada program-program pendidikan berbasis Tahfizhul Qur’an yang dapat Anda amanahkan melalui rekening BCA 6030308041 atau melalui link http://s.id/SejutaQuranHafalan turut menciptakan generasi muda pemimpin di masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement