Selasa 31 Jul 2018 12:37 WIB

Darla Abu Shanab: Islam itu Mengajak Kita kepada Kebaikan

Pernikahan menjadi pintu hidayah bagi Darla.

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agung Sasongko
Mualaf
Foto: Onislam.net
Mualaf

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Penampakannya dengan kulit pucat dan mata biru menandakan pemilik nama lengkap Darla Abu Shanab ini bukan asli Amerika. Kedua orang tuanya berasal dari luar Negeri Paman Sam ini, yaitu Skandinavia dan Jerman.

Tak ada yang berubah drastis dari penampilan sosok yang tumbuh besar di Detroit Lakes, Minnesota, ini. Performanya seperti Muslim pada umumnya. Tetapi, sekarang seulas kain terlihat anggun menutupi rambut di kepalanya.

Kisah perkenalan sosok yang memiliki nama Jerman Darla Schnitzer ini dengan Islam bermula pada awal `90-an. Dia bersentuhan dengan agama yang baru dia kenal itu berkat pernikahan. Dia menikah dengan Muslim Palestina yang lahir di Kuwait. Sang suami bekerja di bagian aerospace sebagai direktur teknisi.

Pertemuan dua sejoli ini terjadi di kolam renang di sebuah hotel. Keberadaan Darla di hotel bukan tanpa alasan. Darla adalah vokalis dari dua band, yaitu grup band Jessica yang masuk dalam 40 band papan atas dan band rock n roll Kashmir.

Kepiawaiannya bermusik sudah dirintis sejak bersekolah di Waubun dan melanjutkan kuliah di MSUM.Akan tetapi, dia hanya bertahan setahun karena ingin berkarier di dunia musik.

Setelah bergabung dengan grup band, dia sering melakukan tur keliling dan hidupnya sangat baik.Dia melakukannya selama bertahun-tahun. Dia bisa tur keliling selama enam pekan, lalu bermain di hotel.Hobi itulah yang lantas mengantarkannya pada fase-fase hidupnya kedepan.

Setelah menikah pada 1990, Darla tak langsung memeluk Islam. "Dia tidak pernah menekan saya untuk memeluk agamanya. Jika saya ingin tahu, saya diizinkan menanyakan apa pun kepadanya,"ujar Darla.

Saat itu, keduanya masih muda, suaminya pun tidak terlalu ketat dalam ibadah. Tapi, ibadah wajib, seperti shalat, puasa, dan zakat rutin dilaksanakan. Dia banyak melakukan diskusi dengan suaminya.Dari pertimbangan diskusi itulah, dia memilih berpindah agama.

Bagi Darla, tidak ada alasan tetap di agama lamanya karena lewat diskusi itu ia menjadi paham Islam yang dikenalnya selama ini jauh berbeda dari apa yang selama ini dia pahami atau bahkan pemahaman publik kebanyakan. "Saya memiliki prasangka terhadap Muslim terkait hak seorang istri," jelas dia.

Namun, sang suami menjelaskan bagaimana Islam memandang dan mendudukkan hak perempuan, salah satunya adalah ketika istri bekerja menghasilkan uang, suami tidak boleh menyentuh pendapatan istrinya tersebut tanpa izin.

Tentu saja, diakui, memang ada oknum Muslim masih belum bisa berbuat baik secara maksimal terhadap istrinya. Tapi, jika seorang Muslim memiliki pasangan yang baik, tentu kehidupannya akan baik-baik saja. Ini juga yang dikatakan Darla kepada anak-anaknya.

Darla memberitahukan kepada anak-anaknya, apa pun yang dia dapatkan merupakan sebuah anugerah.Kebebasan beragama merupakan hadiah yang tak banyak orang dapat merasakannya. Setelah memeluk Islam, dia berpakaian sederhana, shalat lebih sering, berhenti minum-minuman keras, dan berpuasa selama Ramadhan. Selain itu, dia tidak banyak berubah, dia masih orang yang sama seperti sebelum hijrah.

Tantangan hijab

Tak banyak orang di sekitarnya mengetahui kisah keislamannya.Dia baru berani dan siap mem beritahukan orang lain ketika tragedi besar yang mengubah pandangan hampir seluruh orang Amerika terhadap Islam itu terjadi.

"Saya sama seperti warga lain sebelumnya, sampai tiba-tiba saya datang bekerja dengan mengenakan jilbab," jelas dia.

Darla sangat bahagia ketika teman-teman di tempatnya bekerja sangat mendukung pilihan nya.Mereka sangat mencintai Darla dan bersikap jauh lebih baik setelah memeluk Islam.

Tepat pada 1 September 2001, Darla mengenakan jilbab. Ujiannya sebagai Muslimah dimulai sejauh mana imannya tetap teguh.Dia bekerja mengenakan jilbab seperti biasanya, tetapi banyak orang baru yang bertanya mengenai pilihannya.

Selama sepekan, banyak orang bertanya alasan dan menjadi pilihan positif untuk kehidupan nya.Tapi, 10 hari kemudian, 11 September memicu ketidakpercayaan warga Amerika terhadap umat Islam, tak terkecuali Darla.

Saat tragedi itu terjadi, suaminya menelepon. Mereka berada di Michigan, sedangkan anaknya berada di tempat penitipan anak sebuah masjid. Dia tidak berhenti menangis.

Isu negatif pun mulai bermunculan. Dia mendapat informasi bahwa banyak Muslim yang dipaksa keluar mobil atau rumah lantas dipukuli. Meski kabar tersebut belum dipastikan kebenarannya, hal itu memunculkan rasa takut dan khawatir pada dirinya.

Suaminya tetap menyemangatinya berjilbab. Motivasi sang suami menguatkan jiwanya. Darla pun tetap istiqamah. Butuh sepuluh tahun baginya benar-benar kuat dan berani mengenakan jilbab.

Dia menganggapnya sebagai ujian. Darla tidak memikirkan istilah lain dengan peristiwa yang terjadi saat itu.Yang dia tekankan betul adalah ujian keimanan yang tengah dia hadapi, yaitu untuk tetap menutup auratnya.

Dia tetap berjilbab, sambil mengendap-endap dia berada di balik setir untuk menjemput anaknya di tempat penitipan.Setelah peristiwa itu, keluarga, teman dekat, dan rekan kerjanya tetap mendukungnya.

Namun tidak dengan peristiwa yang satu ini. Seorang pria yang terlihat menggunakan bendera Amerika di truknya pernah mengejarnya hingga sejauh satu kilometer. Sambil mengejar, pria itu berteriak kasar dan terdengar nada ancaman keluar dari lisannya.

Darla juga pernah mendapat hinaan jari tengah saat mengemudi bersama anak- anaknya dan mendengar orang berbisik tentang dia saat berada di restoran.

Memang diakui Darla, tak hanya masalah orang lain yang salah paham terhadap umat Islam. Banyak warga luar Amerika atau bahkan umat Islam sendiri yang banyak salah memahami warga Amerika.

Tak hanya perlakuan kasar dan obrolan tak mengenakkan, Darla juga sering mendapatkan tatapan yang ambigu. Tapi, Darla mengartikannya sebagai tatapan saat orang lain penasaran dan mencoba tahu dan kenal dengannya.

Berusaha Agar Hidup Lebih Baik

Sejak menjadi Muslim, Darla berusaha menjadi lebih baik. Berpuasa menjadi ibadah yang paling menantang baginya. Setelah menjalaninya beberapa kali, banyak manfaat yang dia dapatkan. Dengan berpuasa, Darla mengerti rasanya haus dan lapar yang dialami orang di luar sana karena sulit mendapatkan air dan makanan.

Dia ingin menunjukkan pada dunia, terutama warga Amerika bahwa Muslim dan Islam itu mengajak kepada kebaikan. "Aku tidak peduli jika kamu sayap kanan, aku tidak peduli jika kamu meninggalkan sayap yang kupedulikan adalah kita baik satu sama lain."

Sekarang, di waktu luangnya, Darla mengajar pengungsi selama masa-masa sekolah. Tahun lalu, dia mensponsori sembilan keluarga yang ayahnya ditembak di bagian kaki oleh ISIS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement