Selasa 05 Sep 2017 04:33 WIB

Xenophobia Rakhine dan Burma

Sejumlah warga Rohingya beraktivitas di kamp pengungsian internal Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Minggu (3/9).
Foto: Antara/Willy Kurniawan
Sejumlah warga muslim Rohingya bersiap menaiki sampan saat meninggalkan Thandawli, kamp pengungsian internal Sittwe, negara bagian Rakhine, Myanmar, Sabtu (2/9).

Pemerintah Myanmar boleh saja menghancurkan semua bukti arkeologis peninggalam Islam di Arakan, tapi mereka tidak bisa menghapus dokumentasi sejarah yang tersimpan di berbagai universitas di seluruh dunia. Pembersihan etnis Muslim Rohingya selama 60 tahun juga membangkitkan banyak sarjana Barat dan Islam untuk menuliskan kembali sejarah komunitas pemeluk Islam di Myanmar, dan mempublikasikannya.

Mohamed Ashraf Alam, dalam , The etymology of Arakan, Rohingya and Rakhine, berupaya menelusuri kata Arakan dan Rakhine. Ia sampai pada kesimpulan Arakan adalah adalah plesetan dari kata dalam bahasa Arab; Al Rukun. Dalam laporan perjalanannya, Ibu Batuta menulis Arakan dengan kata Arkan, yang berasal dari Al Rukun.

Sumber-sumber tradisional Myanmar membantah klaim ini. Sedangkan dalam Ptolemy Geografia, terbitan tahun 150 sebelum masehi, Arakan disebut dengan nama Argyre. Sedangkan Sir H Yule mengatakan kata Arakan seharusnya berkaitan dengan tambang perak ang ada di tempat itu. Asumsi H Yule didukung dua peneliti Inggris.

 Dalam pilar batu Chandra Ananda, raja dari Dinasti Chandra, yang ditemukan di Shitthaung Pagoda di Mrauk-U, nama Arakan terukir sebagai Arakades. Pilar batu ini diperkirakan berasal dari abad ke-8. Sedagnkan dalam peta Dinasti Moghul. Arakan disebut Aracam.  Abul Fazal dalam Ain-I-Akbari menyebut Arakan sebagai Arkhang.

Sejarawan Chowdhury Mohahd punya versi lain. Menurutnya, Rohang adalah nama kuno Arakan. Rohang berasal dari istilah dalam bahasa Arab; Raham. Lebih tepatnya Raham Bori, yang berarti Tuhan merestui tanah ini. Rashiduddin, geographer Arab, menyebut kawasan ini Rahan atau Raham.

Tripura Chronicle Rajmala, menyebut Arakan sebagai Roshang. Quazi Daulat, Mardan, Shamser Ali, Quraishi Magan, Alaol, Ainuddin, Abdul Ghani, semuanya penyair dari Chitaggong abad pertengahan, juga Arakan dengan sejumlah nama; Roshango, Roshanga, Roshango Shar, dan Roshango Des.

Dalam Arakanese Chronicle, pemukim pertama Arakan adalah kelompok Negrito yang disebut Rakkhasas atau bilus (kanibal). Menurut Rakhine Rajawan, Rakhine adalah nama kuno Arakan. Sir Arthur Phayre menyebutkan Rakhine adalah plesetan dari kata Rakkhasa, kata dalam bahasa Pali dan sansekerta yang berate raksasa atau monster.

Sebelum penyebaran Budha, sebagaian besar orang Rakhine pemuja alam. Orang Rakhine mengadopsi kata Arakan untuk menyebut identitas tempat mereka bermukim. Mereka memperkenalkan diri sebagai orang Rakhine Pray. Pray adalah kata yang berarti negara. Sedangkan misionaris Budha menyebut Arakan sebagai Rekkha Pura.

10 Periode

Mohamed Ashraf Alam, dalam Historical Background of Arakan, membagi sejarah Arakan ke dalam 10 periode. Pertama, periode 100 sampai 778, atau periode sejumlah dinasti Hindu. Kedua,  788-957 atau periode Dinasti Chandra (Hindu),. Ketiga periode chaos 957-1430, atau ketika Arakan silih berganti pindah tangan dari Mongolia, Budhis, dan Muslim. Keempat, periode Dinasti Mrauk-U (Muslim-Budha) 1430-1784. Kelima, periode penjajahan Burma 1784-1826.

Keenam, periode penjajahan Inggris 1826-1948. Ketujuh, periode pemerintahan parlementer Burma 1948-1962. Kedelapan, periode pemerintahan revolusioner 1962-1974. Kedelapan, periode pemerintahan satu partai 1975-1988, dan kesepuluh periode pemerintahan milier SLORC/SPDC 1988 sampais aat ini.

Sebelum kedatangan Inggris, Arakan silih berganti dipimpin raja-raja Hindu, Budha, dan Muslim. AP Phayer and GE Harvey menulis saat masih menjadi negara merdeka, raja-raja Arakan kerap memindahkan ibu kota ke delapan tempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement