Ahad 02 Sep 2018 12:55 WIB

Pengadilan Tinggi Cape Town Akui Pernikahan Muslim

Seehaam Samaai menggambarkan pengakuan itu sebagai kemenangan bagi wanita Muslim.

Direktur Pusat Hukum Wanita Seehaam Samaai mengatakan Islam sangat jelas mengantur tentang hak-hak perempuan
Foto: iol
Direktur Pusat Hukum Wanita Seehaam Samaai mengatakan Islam sangat jelas mengantur tentang hak-hak perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, CAPE TOWN -- Pengadilan Tinggi Cape Town menyatakan pernikahan Muslim sudah diakui secara hukum di negara tersebut. Karena itu, sistem pernikahan Muslim yang selama ini membuat perempuan tidak berdaya saat bercerai, tak akan terjadi lagi.

Pengakuan itu adalah buah dari pandangan Direktur Pusat Hukum Wanita dan Pengacara untuk Pusat Kepercayaan Wanita Seehaam Samaai dan tim lainnya. Ia menggambarkan pengakuan tersebut sebagai kemenangan bagi wanita Muslim.

Dilansir di Independent Online Sabtu (1/9), Hakim Seraj Desai memerintahkan agar Presiden dan Departemen Kehakiman dan urusan dalam negeri memberlakukan undang-undang sesuai keputusan pengadilan dalam waktu 24 bulan.

Pusat Kepercayaan Wanita membawa isu tersebut pada 2014 lalu. Tujuannya, memberi perempuan Muslim hak hukum yang sama seperti yang dinikmati oleh wanita lain yang menikah di Afrika Selatan. “Ini adalah perjalanan yang panjang. Kami telah mencoba pendekatan sedikit demi sedikit, tetapi ini tidak ada kelanjutannya,” kata Samaai.

 

Ia menjelaskan, RUU Perkawinan Muslim dihapus dari daftar peninjauan Parlemen pada 2012. Alasannya, komunitas Muslim tidak setuju pada RUU tersebut. Samaai mengatakan selama 20 tahun terakhir, Pusat Kepercayaan Wanita berjuang mengubah bagian tertentu dari konstitusi yang dirasa diskriminatif terhadap perempuan Muslim dalam hal pemeliharaan, kehendak, dan intestasi. Samaai mengatakan negara telah gagal melindungi, mempromosikan, dan menghormati hak-hak wanita Muslim baik dalam pernikahan monogami atau poligami.

“Hukum syariah telah sangat jelas seputar pemeliharaan perempuan, tetapi masalahnya adalah bahwa organisasi seperti Dewan Yudisial Muslim tidak dapat menegakkannya,” ujar dia.

Karena itu, menurut Samaai, perempuan harus ke pengadilan untuk menegakkan hak-haknya. Ia menegaskan, Islam sangat jelas mengatur hak-hak perempuan, tetapi yang bermasalah adalah penegakannya. “Ada begitu banyak wanita dalam posisi yang kurang beruntung dan keputusan ini membuka jalan bagi pria dan wanita, sehingga mengetahui apa yang diharapkan ketika mereka memasuki pernikahan,” kata dia.

Wakil presiden kedua Dewan Yudisial, Syeh Riaad Fataar menyambut keputusan Hakim Desai dalam memutuskan perlindungan hukum bagi perempuan Muslim dan anak-anak mereka karena perceraian. “Ini adalah tonggak sejarah bagi umat Islam sebagai minoritas di Afrika Selatan. Pentingnya penilaian ini adalah bahwa presiden negara kini telah ditugaskan untuk menegakkan undang-undang,” ujar Fataar.

Menurut dia, presiden dapat membuat sejarah dengan mengakui komunitas Muslim dalam pernikahan mereka. Ia mengatakan pemerintah segera mempelajari putusan tersebut. Namun, Departemen Kehakiman belum memberi respons atau komentar terhadap putusan itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement