Senin 05 Feb 2018 06:23 WIB
Persentuhan Mongol dengan Islam (4)

Saat Timur Lenkn Naik Takhta, Mongol di Puncak Kejayaan

Para sejarawan menilai Timur Lenk sebagai pelindung kedaulatan syariat.

Rep: hasanul rizqa/ Red: Muhammad Subarkah
Mausoleum Timur Lenk
Foto: Wikipedia
Mausoleum Timur Lenk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik terbuka antara Hulagu Khan dan Berke Khan terjadi seiring dengan perseteruan Kublai Khan dengan saudaranya, Ariq Boke.

Semua ini memunculkan isu perpecahan Imperium Mongol, yang pengaruhnya sudah meliputi sebagian besar Benua Asia dan Eropa Timur.

Namun, kekaisaran tersebut mulai solid kembali saat memasuki paruh akhir abad ke-14. Kisahnya bermula dari Asia Tengah, wilayah horde yang diwarisi Chaghadai, anak kedua Genghis Khan-Borte.

Seperti halnya horde Jochi, Chaghadai amat dipengaruhi budaya Turki (Islam). Sejak 1331, Tarmashirin Khan naik ke tampuk kekuasaan horde Chaghadai barat. Empat tahun sebelumnya, dia berhasil mengepung Delhi (India) yang dipimpin Dinasti Tughluq.

Begitu memeluk Islam, namanya berubah menjadi Alauddin. Memang, tidak ada catatan yang memadai tentang mengapa dan bagaimana pemimpin ini berpindah agama dari Buddha. Para khan dari horde lain kurang begitu menghormatinya. Dia dianggap terlalu jauh mengikuti budaya Turki. Pada 1334, dia dibunuh keponakannya dari Chaghadai timur (Moghulistan).

Selama beberapa dekade berikutnya, horde Chaghadai barat tenggelam dalam kekacauan. Akhirnya, pada 1361 khan Moghulistan, Tughluq Timur, tiba di Transoxina dengan salah seorang pengikutnya, Timur dari Suku Barlas.

Mantan tawanan-perang inilah yang kelak dikenal sebagai Timur Lenk, sang penerus kejayaan Imperium Mongol.

Timur Lenk (1336-1405) lahir di Transoxiana dari sebuah keluarga Muslim dengan latar budaya Turki yang kuat. Saat berusia sembilan tahun, dia dan keluarganya menjadi tawanan dan dibawa ke Samarkand oleh balatentara Mongol. Namun, insiden ini menjadi kesempatan baginya untuk tumbuh menjadi pribadi yang cemerlang. Kota Samarkand pada awal abad ke-14 merupakan pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Timur Lenk menghabiskan masa remajanya dengan belajar bahasa Persia, Mongol, dan Turki, serta memupuk kecintaannya pada sains. Memasuki usia dewasa, dia mulai bergabung dengan laskar militer Moghulistan.

KZ Ashrafyan melalui artikelnya, Central Asia under Timur from 1370 to the Early 15thCentury, menyebut tokoh ini sebagai penakluk Muslim terbesar pada abad pertengahan. Di lembah Kashka Darya, dekat Samarkand, Chaghadai barat, dia memulai rencana ekspansinya setelah lepas dari pengaruh Moghulistan. Pada 1370, dia menjadikan Samarkand ibu kota kerajaan.

Menurut Ashrafyan, para sejarawan menilai Timur Lenk sebagai pelindung kedaulatan syariat di wilayah kekuasaannya. Dia bahkan mendeklarasikan dirinya Saifullah (Pedang Allah). Seluruh klan elite Mongol, Borjigid, yang berkuasa secara sporadis di Asia Tengah berhasil diajaknya untuk memeluk agama ini.

Keberpihakannya pada Islam diupayakannya seimbang dengan simpati terhadap Mongol. Meskipun tidak berdarah ningrat, dia membuat legitimasi dengan menikahi seorang keturunan Genghis Khan, Bibi Khanum. Kepemimpinan khan di Chaghadai barat secara simbolis tidak dihapusnya demi menjaga stabilitas politik. Dia juga menggalang dukungan dari kaum aristokrat dan peternak. Dengan cara itu, Timur Lenk dapat fokus pada perluasan wilayah. Selama 35 tahun, dia berhasil merebut daerah sekitar Laut Kaspia, lembah Sungai Ural dan Volga. Di arah barat-daya, dia dapat menguasai seluruh Persia hingga Irak utara dan Baghdad. Pada akhirnya, Timur Lenk berhasil menaklukkan seluruh wilayah bekas kekuasaan Horde Emas, Ilkhanat, dan Dinasti Yuan yang didirikan Kublai Khan silam di Cina. Kesultanan Delhi juga tak luput dari sasarannya.

Berbeda daripada rezim Hulagu Khan silam. Timur Lenk mengecam tindakan apa pun yang dapat merusak rumah-rumah ibadah serta pusat keilmuan. Kekejamannya memang masih seperti penguasa Mongol pada umumnya. Misalnya, pada kasus pemberontakan oleh penduduk Isfahan, Iran, yang menolak kewajiban pajak. Timur Lenk mendatangi kota ini dan membantai sekitar 200 ribu warganya. Bagaimanapun, kekejaman yang bagaikan Genghis Khan ini tidak menyasar kaum terpelajar dan seniman. Mayoritas mereka, tidak hanya dari Isfahan, melainkan seluruh kota-kota taklukan Timur Lenk, lantas diungsikan ke Samarkand. Kota ini semakin bergeliat dengan aktivitas keilmuan dan seni karenanya.

Pada 17 Februari 1405, penakluk ini meninggal dunia akibat sakit di Otrar (kini Kazakhstan). Jasadnya kemudian dikebumikan di monumen peringatan, Gur-e-Amir, di Samarkand.

Timur Lenk mewariskan suatu stabilitas yang penting bagi perkembangan peradaban Islam. Sebab, pendiri Imperium Timurid ini menjadi penakluk dunia tidak semata-mata untuk memusnahkan para musuhnya. Dia memboyong seluruh sarjana dan seniman yang bermukim di wilayah-wilayah taklukannya ke Asia Tengah. Karena itu, Samarkand dan sekitarnya menjadi pusat intelektual yang berkembang pesat selama abad ke-14. Di saat yang sama, Arab, Eropa Timur, dan India hancur lebur akibat ekspansinya.

Semasa hidupnya, sang penakluk ini menjadi patron banyak ilmuwan dan seniman terkemuka. Di antaranya adalah Ibnu Khaldun dan penyair Persia, Hafez. Kelak, penerusnya juga mengikuti jejaknya untuk mendukung progres sains. Sebut saja Ulugh Beg, yang memimpin Imperium Timurid pada periode 1411-1449. Cucu Timur Lenk ini berkontribusi besar bagi perkembangan matematika, khususnya trigonometri, dan astronomi serta pendirian madrasah di Samarkand dan Bukhara.

Legasi lainnya dari Timur Lenk adalah terangkatnya derajat kebudayaan Persia dan Turki dalam peradaban Islam di Asia. Kedudukan bahasa Persia menjadi mirip bahasa Arab pada permulaan ekspansi Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW. Persia menjadi bahasa pemersatu di wilayah Imperium Timurid yang membentang dari Irak, Iran, hingga lembah Sungai Indus, dengan penduduknya yang begitu bineka. (Hasanul Rizqa)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement