Kamis 18 Oct 2018 23:46 WIB

Melacak Jejak Kelam Sihir dalam Peradaban Islam

Penyelewengan sihir diprediksi kuat muncul sejak era Nabi Musa AS

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Penyihir (ilustrasi).
Foto: IST
Penyihir (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Sihir sebagai sebuah ilmu tidak lepas dari hasrat manusia untuk terus berkuasa, dengki, dan kebencian dalam catatan sejarah peradaban manusia. 

Buku Ensiklopedia Islam untuk Pelajar mengungkapkan, ada 30 ayat Alquran yang berkenaan tentang sihir. Surah al-Baqarah ayat 102, misalnya, menjelaskan bahwa sihir awalnya berasal dari dua malaikat, Harut dan Marut, yang mana Allah menurunkan keduanya sebagai ujian bagi manusia. 

Quraisy Shihab melalui bukunya, Kumpulan Tanya Jawab Mistik, Seks, dan Ibadah, menjawab pertanyaan ihwal Harut dan Marut. Ia menjelaskan, menurut sementara ulama, Harut dan Marut merupakan dua orang manusia yang begitu taat kepada Allah sampai-sampai keduanya dinamai malaikat. Berbeda dengan itu, kalangan ulama lainnya berpendapat, keduanya memang malaikat. 

Bagi kalangan ini, kisahnya bermula ketika para malaikat menyaksikan tingkah-polah manusia yang marak membuat kerusakan dan pertumpahan darah. 

Mereka menilai, alangkah lebih baiknya bila tugas khalifah Allah di muka bumi ditunaikan bukan oleh manusia, melainkan malaikat. Mereka kemudian mengadukan kegelisahan ini kepada Allah. “Inilah ‘unek-unek’ malaikat yang kedua, setelah unek-unek yang pertama yang diuraikan QS al-Baqarah 2:30-33,” kata Quraish Shihab.

photo
Goa Lonceng Penyihir

Setelah itu, Allah menyuruh para malaikat agar memilih dua di antara mereka sebagai pelaksana tugas khalifah Allah di muka bumi. Ini lebih sebagai ujian, apakah benar malaikat lebih sempurna dalam menjalankan tugas kekhalifahan. Dua malaikat terpilih itu adalah Harut dan Marut. Keduanya lantas turun ke bumi dengan dilengkapi potensi-potensi kemanusiaan. 

Namun, Harut dan Marut dalam perjalanannya mengalami banyak godaan, sebagaimana yang diterima kebanyakan orang. Akhirnya, keduanya terjerumus rayuan, beberapa riwayat menyebut lantaran perempuan. 

“Itu sekelumit kisahnya ditemukan dengan panjang lebar dalam berbagai kitab tafsir. Kisah ini dipahami oleh sementara pakar sebagai kisah simbolik,” tulis Quraish Shihab.

Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 memaparkan penjelasan tentang surat al-Baqarah yang berbicara tentang Harut dan Marut. Dalam surat al-Baqarah ayat 101, Allah berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)-nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).”

Kata ‘mereka’  itu merujuk pada kaum Yahudi. Menurut Ibnu Katsir, sekelompok dari kaum Yahudi telah mencampakkan kitab Allah yang di dalamnya terdapat berita kedatangan Nabi Muhammad SAW. Bahkan, mereka lebih tertarik belajar dan melakukan sihir demi menolak kenabian Rasulullah. 

Dalam konteks masa kenabian, seorang Yahudi, Labid bin A’sham, pernah berupaya menyihir untuk mencelakakan Rasulullah. Namun, Allah memperlihatkan dan menyelamatkan Rasulullah dari sihir tersebut. Kisah ini disarikan Ibnu Katsir dari Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

Kaum Yahudi juga membantah kenabian Rasulullah Muhammad justru bukan dengan kitab Taurat, melainkan ‘Ashif serta sihir Harut dan Marut. Padahal, jelas Ibnu Katsir, Alquran terbukti tidak bertentangan dengan kitab Taurat. 

Namun, begitu mengetahui fakta tersebut kaum Yahudi malah melempar kitab Taurat. “Sebenarnya kaum Yahudi itu mengetahui tetapi mereka membuang dan menyembunyikan pengetahuan mereka itu dan mengingkarinya,” kata Qatadah, sebagaimana dikutip Ibnu Katsir.

Definisi Ashif

Apa dan bagaimana kitab ‘Ashif itu? Semua bermula sejak zaman Nabi Sulaiman AS. Ibnu Katsir mengutip keterangan Ibnu Abi Hatim yang diperoleh dari Ibnu ‘Abbas, “’Ashif adalah juru tulis Nabi Sulaiman. Dia mengetahui Ismu al-a’zham (nama yang paling agung). 

Dia mencatat segala sesuatu atas perintah Nabi Sulaiman, lalu menguburnya di bawah singgasananya. Setelah Nabi Sulaiman wafat, setan-setan mengeluarkan tulisan-tulisan itu kembali dan mereka mengatakan, ‘Inilah kitab pedoman yang diamalkan Sulaiman.’” 

Setan-setan itu menuding Nabi Sulaiman telah mempelajari dan melakukan sihir, sebagaimana tulisan-tulisan yang dikubur itu. Ibnu ‘Abbas melanjutkan riwayat ini, “Sehingga orang-orang yang bodoh mengingkari Nabi Sulaiman dan mencacinya, sedangkan para ulama diam, sehingga orang-orang bodoh itu masih terus mencaci Nabi Sulaiman hingga Allah menurunkan ayat (surah al-Baqarah ayat 102) kepada Nabi Muhammad.” 

Ayat itu terjemahnya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setanlah yang kafir (mengerjakan sihir).”

Definisi kitab ‘Ashif, dengan demikian, lebih sebagai tulisan-tulisan sihir yang telah dikubur, bukan ditulis atau dikarang, ‘Ashif atas perintah Nabi Sulaiman. Tuduhan kaum musyrik bahwa Nabi Sulaiman mengerjakan sihir pun terbantahkan. 

Lebih lanjut, Ibnu Katsir mengutip pandangan beberapa pihak yang menegaskan, praktik-praktik sihir sudah ada jauh sebelum masa kenabian Sulaiman. 

Setidaknya, tukang sihir sudah marak di lingkaran kekuasaan sejak era Nabi Musa. Kita tahu adanya sejumlah ayat Alquran yang mengisahkan keimanan mereka setelah menyaksikan mukjizat tongkat Nabi Musa. Di ayat lain, Alquran juga menyebut kaum durhaka yang menuding Nabi Saleh sebagai pengikut sihir.

Masih mengenai Alquran surat al-Baqarah ayat 102, Ibnu Katsir melanjutkan penjelasannya. Di sana, Allah berfirman, “Mereka (setan-setan) mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.’” Menurut Ibnu ‘Abbas, Allah tidak menurunkan sihir kepada Harut dan Marut. 

Ibnu Katsir juga mengutip elaborasi dari Ibnu Jarir yang menafsirkan ayat tersebut sebagai berikut. “Nabi Sulaiman tidak kafir. Dan Allah tidak menurunkan sihir kepada kedua malaikat tersebut tetapi setan-setan itu yang kafir. Mereka (setan-setan) mengajarkan sihir kepada manusia di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut. […] 

Dengan demikian, makna malaikat itu adalah Jibril dan Mikail karena para penyihir dari kalangan orang-orang Yahudi menganggap bahwa Allah telah menurunkan sihir melalui lisan Jibril dan Mikail kepada Nabi Sulaiman bin Daud. Maka Allah pun mendustakan mereka dalam hal itu. Dan Dia memberitahukan kepada Nabi Muhammad SAW bahwa Jibril dan Mikail tidak pernah turun dengan membawa sihir.”

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement