Sabtu 14 Apr 2018 13:25 WIB
Kisah Tarhim, Shalawat Penuh Kerinduan (Bagian II)

Menelusuri Jejak Shalawat Tarhim

Shalawat Tarhim selalu diputar sebelum azan Maghrib pada era 1990-an.

Kubah Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi.
Foto:
Masjid Nabawi

Beranjak dari RRI Jakarta, Republika mencoba mencari rekaman suara ke Perpustakaan Nasional (Perpusnas) yang masih berada dikawasan Jakarta Pusat. Pasalnya, menurut sistem katalog Online Public Access Catalog, terdapat rekaman suara Syekh Al-Husary dengan kode 297.14 TAR.

Dalam detail katalog yang terpampang di salah satu komputer, tertulis bahwa rekaman suara tersebut diterbitkan Lokananta Surakarta. Hanya, menurut Arin, petugas Perpusnas yang ditemui Republika, rekaman tersebut merupakan kopian.

"Kami mendapatkan dalam bentuk CD, sesuai dengan deskripsi fisik yang ada di detail katalog ini," tuturnya.

Detail katalog juga memperlihatkan tampilan fisik CD yang diterbitkan atas kerjasama Lokananta Recording dengan Perum PNRI Cabang Surakarta tersebut. Sampulnya berwarna hijau dengan tulisan Tarhim berada pada bagian bawah. Terdapat tiga CD dalam satu kemasan.

Selain suara Syekh Al-Husary yang melantunkan Shalawat Tarhim, terdapat rekaman Ustadz Abdul Aziz Muslim dan Noor Asyiah Jamil. Mereka membacakan kumpulan surat-surat, termasuk at-Thoriq dan al-‘Ala serta al-Haddid ayat 18 sampai 24.

Pencarian data terkait Syekh Al-Husary tidak terhenti pada dokumen suara.

Republika mencoba mencari informasi dari Kedutaan Besar Mesir untuk Indonesia guna menggali kepastian kedatangan Syekh Al-Husary ke Indonesia untuk merekam Shalawat Tarhim. Konselor di Kedutaan Mesir untuk Indonesia, Ahmad Eid, mengatakan, dirinya belum bisa memastikan kedatangan Syekh Al-Husary. Sebab, menurut dia, dibutuhkan waktu tidak sebentar untuk mendapatkan data konkrit terkait kejadian yang berlangsung lebih dari lima dekade lalu.

"Setahu saya, beliau memang ke sini (Indonesia) tapi saya tidak mengetahui pasti kapannya," ucap Ahmad.

Satu hal yang bisa dipastikan Ahmad adalah Grand Syekh Al-Azhar Mahmud Shaltut sempat datang ke Indonesia pada 1959 (sebagian pihak lain mencatat pada 1960). Beliau datang guna memenuhi undangan ulama besar Buya Hamka meresmikan Masjid Al-Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang sekarang berdiri berdampingan dengan Universitas Al-Azhar. Bagaimanapun, Ahmad tak mengetahui apakah Syekh Al-Husary ikut datang saat itu.

Terlepas dari asal muasal yang tak rinci itu, Shalawat Tarhim sudah telanjur melegenda di Tanah Air. Lalu dari mana ia mula-mula terkenal? Untuk menjawab hal itu, mari ke Surabaya, Jawa Timur.

Baca tulisan ketiga: Dari Yasmara, Shalawat Tarhim Melegenda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement