Sabtu 14 Apr 2018 13:25 WIB
Kisah Tarhim, Shalawat Penuh Kerinduan (Bagian II)

Menelusuri Jejak Shalawat Tarhim

Shalawat Tarhim selalu diputar sebelum azan Maghrib pada era 1990-an.

Kubah Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi.
Foto: Fouman.com/ca
Kubah Masjid Nabawi di Madinah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Berpuluh tahun, shalawat Tarhim semacam jadi ciri khas akustik Islam di Tanah Air, dari Sabang sampai Merauke. Apa cerita di baliknya? Kapan ia mula-mula dilantangkan? Siapa pendarasnya? Mengapa ia sedemikian manjur membuat hati terenyuh? Wartawan Republika, Andrian Saputra, Dadang Kurnia, Adinda Pryanka, dan Fitriyan Zamzami mencari tahu soal itu. Berikut tulisan bagian keduanya.

Terlepas dari kejernihan suaranya, kepingan-kepingan piringan hitam Syekh Syekh Mahmoud Khalil Al-Husary yang terdapat di Lokananta merupakan kopian. Koordinator Produksi Lokananta, Bembi Ananto tak mengetahui di mana saat ini master dari kepingan tersebut, terutama yang berisi Shalawat Tarhim. Hanya saja, dari dokumentasi Lokananta mencatat tahun rekaman dari kepingan berisi Shalawat Tarhim itu pada 1959. 

Bembi tak berani memastikan Syekh Al-Husary pernah berkunjung ke Lokananta dan membuat rekaman, sebab tak ada dokumen pasti tentang hal tersebut. “Di sini kopiannya kalau masternya saya tak tahu dan belum pernah menjumpai, bisa jadi yang meng-handle rekamannya saat itu RRI, bisa di Solo kalau tidak di Jakarta,” tutur Bembi saat ditemui Republika.

Dari keterangan pihak Lokananta, Republika mengunjungi RRI Solo untuk mencari tahu awal mula rekaman Shalawat Tarhim. Sayang, RRI pun tak lagi menyimpan piringan maupun kaset Shalawat Tarhim. RRI juga tak mempunyai dokumen jelas tentang asal Shalawat Tarhim bisa diperoleh hingga diputar dan didengarkan masyarakat luas.

 

shalawat Tarhim selalu diputar RRI sebelum kumandang azan Maghrib dan azan Subuh.

Sejumlah narasumber yang ditemui Republika tak mengetahui kapan RRI pertama kali memutar shalawat itu. Terlebih, lantunan shalawat yang sering diputarkan RRI sebelum kumandang azan Maghrib jauh sebelum era 1990-an itu kini sudah diganti.

Operator Teknik RRI Solo, Giarto pun tak menemukan file tentang Shalawat Tarhim dalam komputernya. Ada satu file bertuliskan “Tarhim adzan & puasa” namun saat diputar, isinya tak sesuai dengan lirik Tarhim gubahan Syekh Al-Husary.

Di ruang operator RRI lainnya, meski tak menemukan file Shalawat Tarhim, RRI masih tersimpan soft file azan khas Syekh Al-Husary. “Masalahnya sudah ganti orang semua, jadi sejarah perekaman di mana dan kapan ndak ada yang tahu,” tutur Operator Teknik RRI Solo, Giarto.

Petugas Divisi Pemberitaan RRI Solo, Bahruddin tak asing dengan lantunan Shalawat tarhim yang diperdengarkan Republika melalui ponsel pintar. Ia hafal betul, shalawat itu selalu diputar RRI sebelum kumandang azan Maghrib dan azan Subuh. Tak hanya itu, Shalawat itu juga diputar berkali-kali saat Ramadhan, menanti waktu berbuka puasa.

Namun menurut Bahruddin, Shalawat Tarhim sudah lama tak diputarkan lagi oleh RRI. Memang, menurutnya Shalawat Tarhim dan azan Syekh Al-Husary sempat menjadi ciri khas RII. Meski begitu, ia tak mengetahui lengkap tentang asal Shalawat Tarhim bisa diputar RRI.

“Dulu pernah diputar, sekarang langsung azan. Saya tak tahu persis dokumennya, dulu memang ada kaset tapi sudah rusak-rusak tak tahu di mana,” kata dia. Ia juga tak berani memastikan RRI yang memopulerkan shalawat itu hingga jamak diputar di berbagai masjid di Tanah Air.

Saat Republika bertandang ke RRI Jakarta, salah satu petugas editing, Mirda, mengatakan, hanya ada dua dokumen suara dengan kata kunci Shalawat Tarhim pada komputernya. Yang pertama merupakan rekaman asli milik RRI, sementara file kedua merupakan hasil unduhan dari Youtube. Dari detail file yang pertama, terlihat rekaman dibuat pada Agustus 2017.

photo
Koleksi Studio Rekaman Lokananta Pengadjian Al-Quran Al Shaikh Mahmud Al Husari, Cairo Mesir yang berisi suara Syekh Al-Husary. (Republika/ Andrian Saputra)

Komputer Mirda membutuhkan waktu setidaknya setengah jam untuk memutarkan dokumen pertama. Suaranya terdengar jernih dan halus dengan lafal shalawat yang lembut. "Ini direkam langsung di situ," ujar Mirda sembari menunjuk ruang kaca di hadapannya.

Mirda sendiri tidak tahu siapa yang melantunkannya. Ia hanya bisa memastikan rekaman berdurasi sekitar lima menit itu bukan suara Syekh Al-Husary. Perempuan berdarah Minang, Sumatra Barat, itu mengatakan, suara tersebut milik salah seorang ustaz yang ia lupa namanya.

Ketika mencoba mencari dengan kata kunci Syekh Al-Husary, Mirda juga tidak bisa menemukan file lain. Kondisi yang sama juga terjadi ketika Mirda mencoba mencari di ruangan operator RRI lain. "Sepertinya nggak ada. Hanya yang tadi saja," ucap perempuan yang sudah puluhan tahun bekerja di RRI itu.

Baca berita sebelumnya: Lantunan Syahdu Shalawat Tarhim, dari Kairo Hingga Solo

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement