Senin 16 Dec 2013 05:00 WIB

Makna di Balik Kata Kaligrafi

Pameran Kaligrafi
Foto: Republika/Prayogi
Pameran Kaligrafi

REPUBLIKA.CO.ID, Kaligrafi seni tulisan indah berasal dari bahasa Yunani kalios (indah) dan gra phia (coretan atau tulisan). Bahasa Arab mengistilahkannya dengan khatt(tulis an atau garis) yang ditujukan pada tulisan yang indah ( al kitabah al jamilah atau al khatt al jamil). 

Pengertian istilah khatt dikemukakan oleh Syekh Syamsuddin al- Afkani (penulis berbagai cabang ilmu: tasawuf, kedokteran, dan lain-lain) dalam kitabnya Irsyad al Qasid (yang berisi tentang akhlak tasawuf) pada bab “Hasyrul ‘Ulum” yang mengatakan, “Khatt adalah ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, penempatannya dan cara merangkainya menjadi tulisan atau apa yang ditulis dalam baris-baris, bagaimana cara menulisnya, dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis, menggubah ejaan yang perlu digubah dan bagaimana menggubahnya.” 

Seperti dijelaskan dalam buku Ensiklopedia Islam yang diterbitkan PT Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta, pengertian ini merujuk pada syarat-syarat bagi terbentuknya tulisan yang bagus, yaitu kesempurnaan anatomi huruf, sistem tata letak ( lay out), struktur atau komposisi garis dan ruang, etika penulisan dan peng olah an alfabet. 

Sedangkan, al-khattat (kaligrafer) Yaqut Al Musta’simi mempersyaratkan bahwa suatu tulisan disebut indah bila karya tersebut membiaskan pengaruh keindahannya kepada hati, jiwa, dan pi kiran seperti pengaruh dakwah yang dipantulkan dari lukisan kaligrafi yang indah. 

Di dunia Islam, kaligrafi sering disebut sebagai seninya seni Islam ( the art of Islamic), suatu kuali fikasi dan penilaian yang menggambarkan ke da laman makna yang esensinya berasal dari keseluruhan nilai dan konsep keimanan. Kebangkitan minat tulis baca kaum Muslimin dimulai dari tahun kedua Hijriah ketika Rasulullah SAW mewajibkan masing-masing tawanan Pe rang Badr yang tidak mampu memberikan tebusan untuk mengajari 10 pemuda Madinah mem baca dan menulis. 

Selanjutnya, Rasulullah SAW memerintahkan para pemuda ini untuk mengajarkan pengetahuan mereka kepada kawan-kawan dan saudarasaudaranya sehingga dalam waktu relatif singkat, pengetahuan tulis baca menyebar di Madinah. 

Roh Alquran sendiri memberikan pengaruh dan dorongan yang tersimpul dalam wahyu pertama (Alquran surah al-Alaq: 1-5) berkenaan dengan perintah membaca dan menulis. Selanjutnya, hasrat kaum Muslimin untuk memperelok tulisan Alquran menjadi modal dasar bagi pengembangan kaligrafi Arab. 

Batas pandang agama terhadap seni tulis indah terukur dalam pandangan Alquran dan sunah. Dorongan-dorongan lain, misalnya, datang dari ayat-ayat Alquran yang menyimpulkan kegiatan dan perabotan tulis baca, seperti nun atau midad (tinta) sedangkan pada bagian lain menyebut qalam(pena), katib (penulis), uktub(tulislah), dan yasturun (menggores). 

Pada masa kekuasaan Khalifah Usman bin Affan, tulisan mushaf Alquran masih gundul, tidak berharakat (tandatanda baca). Untuk menghindarkan salah baca, ahli bahasa Abu al-Aswad Zalim bin Sufyan ad-Du’aly merumuskan tanda baca harakat dan titik atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. Tugas ini dilanjutkan dua muridnya, yaitu Nasir bin Asim serta Yahya bin Ya’mur, dan disempurnakan oleh Khalil bin Ahmad bin Amr bin Tamim al Farahidi al-Azdi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement