Rabu 20 Mar 2013 13:05 WIB

Banan binti Ali Ath-Thanthawi: Darah Tumpah di Jalan Dakwah (3-habis)

Banan binti Ali Ath-Thanthawi
Foto: google
Banan binti Ali Ath-Thanthawi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah

Selama 17 tahun hidup di pengasingan tidaklah mudah. Keterasingan serta jauh dari keluarga merupakan ujian yang sangat berat. Terlebih bagi perempuan.

Belum lagi bayang-bayang ketakutan dan teror  yang senantiasa mengincar dari musuh-musuh Allah. Namun, hari-harinya selama di pengasingan ia isi dengan ibadah dan amal shaleh. Bannan rajin membaca Alquran dan berdoa.

“Tak jarang sampai berlinang air mata,” tutur anak-anaknya.

Berita tentang pembunuhan itu pun tersebar luas. Keesokan harinya, media massa Jerman mengangkat itu sebagai isu utama. Tak lama berselang, para pembunuh akhirnya ditangkap dan mengakui perbuatan mereka. Ia sangat terpukul.

Syekh Isham pun menulis senandung syair di antologi puisinya yang berjudul Rahil, separuh jiwa yang telah pergi.

Bannan, wahai pembela Islam yang berdarah

Lukamu masih mengalirkan darah di hatiku.

Bannan wahai cerminan agung keikhlasan

Wahai peraih pengorbanan dan syahid yang mulia

Kita hidup terasing dari Tanah Air dan Negara

Berjibaku dengan cahaya dan nilai

Tipu daya membayangi kita di tiap sudut

Dan ajal mendekati kita di tiap lini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement