Kamis 29 Nov 2012 06:06 WIB

Melacak Jejak Kesultanan Banten (Bag 1)

Ribuan peziarah dari berbagai daerah antre untuk masuk makam Sultan Kerajaan Banten, Syekh Maulana Yusuf, di kawasan Banten Lama, Serang, Banten, Selasa (26/7). Menjelang Ramadhan, jumlah peziarah melonjak tajam, bahkan ada juga yang datang dari Malaysia d
Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman
Ribuan peziarah dari berbagai daerah antre untuk masuk makam Sultan Kerajaan Banten, Syekh Maulana Yusuf, di kawasan Banten Lama, Serang, Banten, Selasa (26/7). Menjelang Ramadhan, jumlah peziarah melonjak tajam, bahkan ada juga yang datang dari Malaysia d

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Fakhruddin

Banten dikenal sebagai salah satu wilayah di Tanah Air yang sangat kental dengan nuansa keislamannya. Sejarah perkembangan dan penyebaran Islam di ‘’tanah para jawara’’ itu tak lepas dari pengaruh Kesultanan Banten.

Islam telah masuk di Banten sekitar tahun 1524-1525, semasa Banten masih di bawah pemerintahan Kerajaan Sunda yang dipimpin Prabu Pucuk Umun dan anaknya yang bernama Prabu Seda. Adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di wilayah barat pulau Jawa itu.

Syarif Hidayatullah bahkan sempat menjadi penguasa Islam pertama di Banten. Namun, ia tak mengangkat dirinya sebagai sultan. Tahta kesultanan itu diamanahkan kepada putranya yang bernama Maulana Hasanuddin. Oleh Kesultanan Demak dan Cirebon, Maulana Hasanuddin ditugaskan untuk mengislamkan bagian barat Pulau Jawa, tepatnya  Banten.

 

Kerajaan Banten bercorak Islam didirikan karena Kesultanan Cirebon mendengar informasi adanya perjanjian antara Portugis dengan Kerajaan Padjajaran yang berencana membangun benteng di Sunda Kelapa (Jakarta). Konon, Portugis dan Padjajaran berniat untuk menghambat penyebaran Islam di bagian barat Pulau Jawa.

 

Kala itu,  Padjajaran  merupakan  satu-satunya kerajaan Hindu yang masih eksis di Pulau Jawa. Para wali mengegelar perundingan dan memutuskan untuk menguasai Banten terlebih dahulu. Sebab, Banten merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Jawa Barat.

Pada 1525 M, pasukan gabungan dari Kesultanan Demak dan Cirebon bersama laskar-marinir yang dipimpin Maulana Hasanuddin menyerbu Kadipaten Banten Girang yang bercorak Hindu. Pasukan gabungan itu tidak mengalami kesulitan dalam menguasai Banten.

Pasukan gabungan berhasil mengalahkan Prabu Pucuk Umun sebagai adipati Banten Girang, kala itu. Pada 1526, Maulana Hasanuddin berhasil merebut Banten dari Padjajaran. ‘’Secara strategi perang, Padjajaran memang kalah oleh Demak dan Cirebon, sehingga Syarif Hidayatullah berani menempatkan anaknya, Maulana Hasanuddin di Banten,’’ ujar  Mufti Ali, sejarawan dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Maulana Hasanuddin.

Setelah penaklukan tersebut, pada 1526 lahirlah Kadipaten Banten yang bercorak Islam dibawah naungan Demak dan Cirebon. Maulana Hasanuddin dinobatkan sebagai adipatinya. Pada tahun yang sama, Maulana Hasanuddin menikah dengan Nyi Ratu Ayu Kirana, putri mahkota Sultan Trenggana (Demak III). Saat itu usia Hasanuddin masih 26 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement