Selasa 04 Dec 2018 23:49 WIB

Daluang dan Kertas Eropa, Bahan Mushaf Alquran Nusantara

LPMQ sampai saat ini telah menemukan lima mushaf Alquran dari abad ke-17.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Pengunjung melihat Alquran Kuno saat pameran Sejarah Islam di Nusantara yang digelar di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (30/1)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Pengunjung melihat Alquran Kuno saat pameran Sejarah Islam di Nusantara yang digelar di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (30/1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keberadaan mushaf kuno Nusantara menjadi salah satu bukti kekayaan khazanah intelektual peradaban Islam masa awal. Penulisan Alquran merupakan salah satu aktivitas yang lazim pada masa itu. 

Media penulisan tentu masih sangat sederhana dan tradisional. Bahan apakah yang dipakai sebagai media penulisan mushaf Nusantara? 

Berdasarkan temuan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ), Balitbang-Diklat Kementerian Agama (Kemenag), banyak mushaf Alquran di Nusantara yang terbuat dari daluang (kulit kayu pohon daluang) dan kertas Eropa. Mushaf Alquran tertua temuan LPMQ juga terbuat dari kulit kayu daluang.

Peneliti LPMQ, Ali Akbar, mengatakan mushaf Alquran paling tua yang pernah ditemukan LPMQ ada di Bali. Mushaf Alquran tersebut berasal dari 1625 Masehi, terbuat dari daluang yang sangat halus seperti kertas. 

 

LPMQ sampai saat ini telah menemukan lima mushaf Alquran dari abad ke-17, 25 mushaf Alquran dari abad ke-18, dan seribu lebih mushaf Alquran dari abad ke-19.

"Kebanyakan mushaf Alquran di Nusantara terbuat dari kertas Eropa dan daluang, daluang biasanya digunakan di Jawa dan Madura dan digunakan di lingkungan pesantren saja," kata Ali kepada Republika.co.id, Selasa (4/12).

Dia menerangkan, meski ada mushaf yang terbuat dari daluang, belum tentu mushaf tersebut lebih tua dari mushaf yang terbuat dari kertas Eropa. 

Lahir dan berkembangnya mushaf Alquran yang terbuat dari kertas Eropa dan daluang di Nusantara bisa dikatakan bersamaan. Namun, pada abad ke-19 lebih banyak mushaf yang terbuat dari kertas Eropa.

Menurutnya, kemungkinan pembuat mushaf Alquran di Jawa pada zaman dulu cukup sulit mendapatkan kertas Eropa. Bisa juga harga kertas Eropa lebih mahal dari daluang. Sehingga pembuat mushaf lebih memilih menggunakan daluang yang mudah dibuat dan murah.

"Daluang juga awet dan kuat, bisa dikatakan daluang lebih kuat dari kertas Eropa (pada waktu itu), daluang juga sering dijadikan cover mushaf meski naskahnya (mushaf-nya) pakai kertas Eropa," ujarnya. 

Tapi, dikatakan Ali, mushaf-mushaf Alquran dari Bugis banyak yang pakai kertas Eropa. Sebab, Bugis dekat dengan Belanda dalam bidang perdagangan. Mereka tidak memiliki masalah perdagangan dengan Belanda yang datang dari Eropa.

Menurutnya, banyak ditemukannya mushaf Alquran dari abad ke-17, 18 dan 19 dianggap sebagai bukti kemajuan peradaban masyarakat Muslim di Nusantara pada masa lampau. 

Cara mereka membuat mushaf Alquran dinilai sangat teliti. Alquran sangat tebal dan memiliki banyak ayat, tapi mereka salin dengan sabar dan teliti sampai menjadi mushaf.

Sekarang, kata dia, LPMQ masih membuat dan mengembangkan situs untuk database manuskrip Alquran Nusantara. Laman tersebut akan menampilkan foto-foto manuskrip Alquran dari Nusantara. 

Situs juga akan dilengkapi dengan penjelasan yang menjelaskan tentang tahun pembuatan manuskrip Alquran, jenis kertas yang digunakan, asal manuskrip dan lain sebagainya. Nantinya publik akan bisa mengakses database tersebut secara daring.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement