Ahad 04 Nov 2018 09:26 WIB

Pendapat Ali dan Teguran Umar: Seperti Apa Shalat Khusyuk?

Kekhusyukan shalat hanya akan bisa digapai dengan menghadirkan segenap hati.

Umat muslim melakukan shalat sunnat berjamaah ketika itikaf di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Jawa Timur, Rabu (6/6) dini hari.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Umat muslim melakukan shalat sunnat berjamaah ketika itikaf di Masjid Nasional Al-Akbar Surabaya, Jawa Timur, Rabu (6/6) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, Shalat tak sekadar ritual dan rutinitas yang diawali dengan takbir dan ditutup dengan salam.

Lebih dari itu shalat adalah ikhtiar seorang hamba untuk menundukkan seluruh raganya. Penundukkan itu berfokus pada penaklukkan hati yang dapat mengarah pada ketenangan jiwa. 

Ali bin Abi Thalib mengemukakan pandangannya tengan khusyu’. Ibn Rajab al-Hanbali (795 H) dalam sebuah kitabnya yang berjudul al-Khusyu’ Fi as-Shalat, menjelaskan, pendapat Ali itu disampaikan mengomentari surah al-Mukminun ayat ke-2 yaitu : “yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya.”   

Menurut Ali, yang dimaksud dengan khusyuk  adalah ketenangan yang berada dalam hati. Khusyuk itu akan menghindarkan seseorang dari perbuatan mengganggu orang yang shalat di sampingnya. 

Khusyuk juga bisa terlihat karena yang bersangkutan tak akan mengalihkan pandangannya dan tak akan menoleh ke arah mana pun selain ke tempat sujudnya. Oleh Ibnu Abbas, khusyu yang dimaksud ayat tersebut diartikan sebagai sikap takut dan rasa ketenangan yang diperoleh seseorang ketika shalat.

Namun ketengan dalam sikap belum tentu cerminan dari kekhusyukan hati. Bahkan, justru ketenangan itu bisa menggambarkan fakta sebaliknya, yaitu kekosongan hati. Keadaan inilahyang diwanti-wanti oleh para generasi salaf. 

Mereka menyebut khusyuk kategori ini sebagai khusyuk nifaq, yaitu kekhusyukan palsu. Sebagian dari kalangan salaf meminta agar sikap tersebut dihindari.

Orang yang menampakkan kekhuyukan dalam shalat padahal sama sekali tidak ada ketentangan di hatinya, maka   khusyu yang ia tunjukkan tiada bermakna dan tak berguna.  

Umar bin Khattab pernah menegur seorang remaja yang tengah melaksanakan shalat. Tingkat ketajaman batin Umar dapat merasakan kepalsuan khusyuk yang dipertontonkan remaja tersebut. Ia lantas meminta agar si remaja mengangkat kepalanya dan mengatakan bahwa khusyuk itu hanya terdapat di hati. 

Secara terpisah, ketika itu  Sa’id bin al-Musayyib melihat seseorang menggerak-gerakkan tangannya sewaktu shalat. Gerakan tangannya itu tanpa dimaksudkan untuk perkara yang penting dan mendesak. 

Said pun lantas mengatakan bahwa seandainya hati orang tersebut khusyu, maka seluruh anggota tubuhnya akan khusyuk. Termasuk tangan yang ia gerak-gerakkan tanpa faedah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement