Selasa 16 Oct 2018 22:14 WIB

Nasihat Pernikahan dari Syeh Kholil al-Bangkalani

Tujuan pernikahan tak sekadar pemenuhan kebutuhan biologis.

Sejumlah pasangan calon pengantin bersiap untuk ijab kabul saat nikah massal pada acara puncak Milad ke-25 tahun Dompet Dhuafa di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (22/9).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah pasangan calon pengantin bersiap untuk ijab kabul saat nikah massal pada acara puncak Milad ke-25 tahun Dompet Dhuafa di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (22/9).

REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang tidak kenal Syekh Kholil al-Bangkalani. Guru dari sejumlah tokoh ulama Nusantara seperti KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan ini, dikenal sebagai tokoh kharismatik. Banyak warisan intelektual yang diwariskan Syekh Kholil. Di antaranya adalah nasihatnya tentang pernikahan.

Melalui karyanya yang berjudul As-Silah fi Bayan an-Nikah, Syekh Kholil yang merupakan tokoh kelahiran 27 Januari 1820 M di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, itu menegaskan tujuan pernikahan tentu adalah berhubungan intim dengan perempuan yang cantik. Tetapi, ada tujuan yang lebih mulia dan utama dari sekadar pelampiasan nafsu. 

Tetapi, ada tujuan yang lebih mulia dan utama dari sekadar pelampiasan nafsu, yaitu pernikahan adalah sebuah ikhtiar membentengi pandangan mata (ghaddhul bashar) atas apa yang diharamkan kepada kita.

Dan yang tak kalah penting, pernikahan adalah sarana dan media syar’i memperoleh keturunan saleh dan salehah yang kelak akan mendoakan kita selama masih hidup, atau setelah ajal menjemput.

Syekh Kholil juga mengingatkan tentang perkara yang bisa membatalkan pernikahan, yaitu ada dua poin yang pertama tidak terpenuhinya salah satu rukun atau syarat pernikahan.

Apa saja rukun menikah yakni keberadaan mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dua saksi, dan pernyataan pernikahan (shighat). Kedua, perkara yang membatalkan hubungan pernikahan adalah murtadnya salah satu dari mempelai.  

Terjaganya mahligai perkawinan tak bisa terlepas dari pemenuhan kewajiban dan hak masing-masing pasangan. Menurut Syekh Kholil, ada lima kewajiban seorang suami kepada istrinya yaitu kewajiban membayar mahar, memberikan nafkah (baik lahir atau batin), menyediakan sandang, menyediakan tempat tinggal, dan memperlakukan istri dengan perlakuan sebaik-baiknya. 

Kemudian, Syekh Kholil yang bermazhab Syafi’i ini juga membeberkan kewajiban yang mesti dilaksanakan istri terhadap suaminya.

Kewajiban tersebut ada tiga yaitu, menaati jiwa dan raga dalam segala perkara yang diperbolehkan Allah SWT, hendaknya tidak melakukan puasa tanpa seizin suami, dan tidak keluar rumah juga tanpa restu suami.

Syekh Kholil menggarisbawahi, haram hukumnya bagi suami melarang istri atas perkara yang wajib, seperti melaksanakan shalat lima waktu, atau perintah agama lainnya.

Dan ingat, kata Syekh Kholil, haram pula bagi perempuan berlaku sewot (nusyuz)  berpaling dari suami. Tindakan tersebut justru bisa menggugurkan apa yang memang menjadi hak sang istri sampai yang bersangkutan kembali lagi menaati suaminya. 

Dan camkan wahai para suami, kewajiban mendasar terhadap istri adalah mengajarkan prinsip dan dasar-dasar agama baik yang terangkum dalam rukun Islam ataupun rukun iman.

Allah SWT berfirman,”Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS an-Nisaa’ [4]:19).     

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement