Kamis 11 Oct 2018 08:16 WIB

Terungkap, Rasulullah SAW Sosok Orator Ulung

Rasulullah mementingkan kebenaran sebagai unsur penting orasi.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Raudhah di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi.
Foto: Republika/Yogi Ardhi/ca
Raudhah di Masjid Nabawi, Madinah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, Seni orasi memiliki akar yang kuat dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa risalah kenabian Muhammad SAW, jenis-jenis orasi tersebut menyertakan ajakan pada risalah kenabian.  

Dari segi akademis, menurut Khalid Alhelwah dalam disertasinya untuk Ohio State University berjudul “The Emergence and Development of Arabic Rhetorical Theory 500 CE-1400 CE” (1998) seni retorika Arab mulai menjadi kajian para cendekiawan di era keemasan Islam. 

Mengutip studi yang dilakukan Grunebaum, para filologis merupakan yang terawal melakukan klasifikasi atas khazanah kesusastraan Arab, termasuk seni retorika. Ini dilakukan dengan mengumpulkan teks-teks puisi, terutama dari sastra lisan, yang merentang dari zaman pra-Islam. 

Upaya ini berlanjut dengan kajian serius atas gaya bahasa Alquran. Kitab Suci umat Islam ini dinilai sebagai standar baku ketinggian bahasa Arab, baik dari aspek lisan maupun tulisan.

 

Praktik-praktik retorika Arab secara khusus dibahas melalui ilmu balaghah. Lantaran ciri khas bangsa Arab, terutama di era pra-Islam, ialah mengutamakan sastra lisan, maka gaya bahasa yang dikaji ilmu balaghah tidak cukup terdokumentasikan dalam tulisan. 

Hal ini kemudian bergeser dengan hadirnya risalah Nabi Muhammad SAW (sekitar 620 masehi). Sosok Rasulullah SAW lantas menjadi figur penting di dunia seni retorika Arab. 

Berbeda dengan para orator, beliau SAW mementingkan kebenaran sebagai unsur penting dari sebuah orasi atau ceramah. Namun, Nabi Muhammad SAW juga memerhatikan unsur non-literal, misalnya gesture ketika berkata-kata.

Para sahabat kerap mengenang momentum bersama Nabi SAW karena kata-kata beliau SAW terucap secara seimbang, tidak terlalu lamban, pun tidak terlalu cepat, sehingga mudah dihapal.

Tujuan retorika dalam Islam adalah membujuk orang agar berbuat kebaikan dan mengenali kebenaran. Semua itu dilakukan dengan menyertakan unsur keindahan, sehingga memikat massa. Alquran sendiri secara gaya bahasa begitu indah bagi kaum Arab. 

Alhelwah mengutip kesaksian Umar bin Khattab yang berkata, “Yang membuatku masuk Islam adalah keindahan bahasa Alquran.” Karena aspek estetika bahasa ini, Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan tugasnya berdakwah kerap bersinggungan dengan kalangan penyair. Bahkan, Nabi SAW difitnah sebagai penyair yang mengarang-ngarang teks Alquran atau penyihir yang menyebar jampi-jampi. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement