Ahad 24 Dec 2017 05:01 WIB

Islam Politik? No!

Gambar Sunan Pakubuwono X mengunjungi Kampung Luar Batang tahun 1920-an.
Foto: Gahetna.nl
Gambar Sunan Pakubuwono X mengunjungi Kampung Luar Batang tahun 1920-an.

Oleh: Abdullah Sammy*

Sengaja saya tulis judul seperti ini guna memisahkan mana dari anda yang pembaca dan mana yang penerawang. Pembaca butuh waktu untuk melihat, memahami konteks tulisan secara utuh, baru mengambil kesimpulan.

Sebaliknya, penerawang tidak butuh melihat hingga tuntas. Sebab pengelihatannya lebih fokus ke mata batin. Jadi penerawang biasanya melihat sekilas dari tulisan lalu dengan mata batinnya langsung mengambil kesimpulan.Penerawang berita biasanya hanya membaca judul lalu dengan batinnya pula ambil kesimpulan benar atau salah.

 

Terserah anda mau membaca atau menerawang berita ini. Yang jelas para penerawang tak akan sampai membaca kalimat ini. Sebab hanya dengan membaca judul, mereka langsung akan berkomentar.

Sedangkan bagi para pembaca, anda pastinya masih menyimak tulisan yang baru akan hendak saya arahkan ke tema sesuai judul di atas, Islam Politik? No!

Mungkin kini ada sebagian kalangan yang mempropagandakan hal sesuai judul di atas. Sebab kaitan Islam dan politik nyatanya masih membuat sebagian orang alergi. Mungkin ini ada kaitannya dengan sejarah masa lalu bangsa ini.

Istilah Islam politik sejatinya merupakan terminologi lama yang sudah tercetus sejak abad ke-19. Snouck Hurgronje memakai istilah itu untuk menggambarkan kalangan Islam yang punya orientasi politik yang hendak mengakhiri kekuatan Belanda di Nusantara. Islam Politik diartikan sebagai Islam yang bergerak sebagai sebuah kekuatan sosial politik.

Hugronje memisahkan Islam Politik dengan Islam Ritual. Terminologi Islam Ritual ini diartikan Hurgronje sebagai yang murni hanya bergerak di jalur ritual keagamaan. Jadi dapat disimpulkan Islam Ritual adalah Islam yang hanya fokus beribadah.

Terminologi Islam Politik dan Islam Ritual selalu menjadi diskursus pada setiap zaman di negeri ini sekalipun kolonial sudah tak berkuasa di negeri ini. Pada 1970, cendikiawan muslim Nurcholish Madjid juga sempat memunculkan lagi perdebatan tentang Islam Politik dan Islam Ritual dengan terminologi dan ungkapan yang berbeda.

Cak Nur mencetuskankapan ucapan yang cukup monumental, "Islam yes, partai Islam No." Ungkapan yang sejatinya menjadi kritik bagi kalangan Islam politik saat itu yang tingkah polahnya dinilai jauh dari Islam.

Tapi bobot yang diungkapkan Cak Nur jelas berbeda dengan Hurgronje. Sebab Hurgronje melihatnya dari kaca mata oposisi yang terancam dengan kemunculan Islam Politik. Sedangkan Cak Nur yang justru terlahir dari kalangan Islam Politik (keluarga Masyumi), membuat penilaian dari dalam dan menjadi otokritik pada Islam Politik itu sendiri.

Jadi motif dari Hurgronje dan Cak Nur tentu berbeda. Apa pun itu selalu ada pro dan kontra terkait dengan relasi Islam dan politik.

Tapi mari kita berkontemplasi mengenai apa yang benar dan salah dengan konsep Islam Politik. Cara paling mudah mempelajarinya adalah dengan membuka sejarah perjalanan Islam di bangsa ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement