Sabtu 19 Dec 2015 18:08 WIB

Menolak Jabatan, Sikap Pendiri Mazhab ini Kian Langka

Rep: C38/ Red: Nasih Nasrullah
Kiai dan santri Ponpes Bahrul Ulum berdoa usai sujud syukur di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Kamis (22/10)
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Kiai dan santri Ponpes Bahrul Ulum berdoa usai sujud syukur di Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, Kamis (22/10)

REPUBLIKA.CO.ID, Siapa yang tidak kenal dengan Abu Hanifah. Pemilik nama lengkap Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi ini adalah pencetus Mazhab Hanafi yang tersohor itu. Ia lahir pada 80 H di Kufah, semasa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dari Bani Umayyah.

Tetapi, siapa sangka, di balik kebesaran namanya itu, ia pernah mengalami ujian yang sangat berat. Dikisahkan Syekh Ahmad Farid dalam Biografi 60 Ulama Ahlus Sunnah, Imam Abu Hanifah pernah   mendapat hukuman karena tidak bersedia menerima jabatan yang ia kira di luar kemampuannya. Ketika ditawari jabatan qadhi, Abu Hanifah menjawab, “Aku tidak layak.” Penguasa kala itu terus memaksanya. Abu Hanifah pun mendapat seratus sepuluh kali cambukan karena menolak jabatan tersebut.

Dari Bisyr bin al Walid, dia mengatakan, “Al Manshur mencari Abu Hanifah lalu menginginkannya agar menjadi qadhi. Al Manshur bersumpah dia harus menjabat sebagai qadhi, tetapi Abu Hanifah menolaknya dan bersumpah dia tidak akan melakukannya. Melihat hal itu, ar Rabi’ al Hajib mengatakan, “Engkau melihat Amirul Mukminin bersumpah, sementara engkau juga bersumpah?”

Dia menjawab, “Amirul Mukminin lebih mampu menebus sumpahnya daripada aku.” Khalifah kemudian memerintahkan agar menjebloskannya ke dalam penjara. Abu Hanifah dipenjara dan disiksa hingga akhir hayatnya di penjara Baghdad. Di tengah kondisi umat sekarang, kisah ulama yang menolak jabatan hingga rela dicambuk, bahkan dipenjara jadi terasa ganjil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement