Oleh: Fuji Pratiwi
Di tangan para sufi, sastra Islam kian memiliki arti.
Kesusastraan muncul seiring dengan munculnya bahasa. Sastra Islam sendiri dipengaruhi beragam latar belakang etnis, khususnya di wilayah luar Arab. Kala itu, syair dan puisi bernada heroisme dijaga dari mulut ke mulut dengan mengandalkan ingatan.
Dalam arsip yang berjudul History of Arabic Literature dari sebuah lembaga bahasa, Pimsleur Approach, dijelaskan, pengaruh Alquran tidak bisa dihindarkan dalam perkembangan kesusastraan Islam.
Di masa Rasulullah, syair-syair masih sering diungkapkan masyarakat di masa itu. Biasanya tiap kabilah memiliki puisi yang menunjukkan kebanggaan masing-masing, propaganda pemicu perang, atau kata-kata penghormatan kepada anggota kabilah.
Sementara, penulisan prosa atau narasi dan esai telah lebih awal pada abad keenam hingga kedelapan. Kebiasaan surat-menyurat dalam pemerintahan membuat golongan intelektual Arab banyak menguraikan berbagai hal lewat tulisan panjang.
Pada perkembangannya, prosa tidak hanya digunakan untuk menguraikan cara menggunakan ini itu tapi juga menguraikan cerita. Dari sinilah novel nantinya akan dikenal.
Dalam perkembangannya, terutama di abad ke-13 hingga abad ke-19, kesusastraan Arab berpusat juga pada sufisme. Puisi-puisi yang berkembang menggambarkan kefanaan dunia. Sejumlah tokoh pun mencuat di berbagai wilayah, Ibn al-Arabi di Spanyol, Ibn al-Farid di Mesir, Jalal ad-Din ar-Rumi di Persia, dan Najmuddin Kubra di Asia Tengah.
Meski agak berbeda dari Eropa, drama sebagai bagian kesusastraan di Arab pada abad ke-14 lebih banyak dipengaruhi kejadian-kejadian bersejarah dalam sejarah Islam. Ibn Daniyal menjadi salah satu tokoh di awal-awal munculnya drama Arab.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
