Selasa 18 Jun 2013 17:32 WIB

Warith Deen Muhammad: Sang Imam dari Amerika

Warith Deen Muhammad
Foto: keyconversationsradio.com
Warith Deen Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Afriza Hanifa

Bangsa Amerika pernah memiliki seorang imam besar yang membimbing Muslimin ke jalan yang lurus. Tak hanya dihormati umat Islam, ia juga mengajarkan toleransi antarumat beragama. Menyerukan antirasisme, ia berjuang membawa Muslimin Amerika diakui eksistensinya.

Menghapus gerakan Islam non-mainstream, ia mengajak Muslim Amerika memahami Islam Sunni sebagaimana ajaran Rasulullah. Tak heran jika ia mendapat julukan “America's Imam” atau imamnya bangsa Amerika.

Ialah Warith Deen Muhammad atau yang dikenal pula dengan Imam WD Muhammad. Sang imam lahir di Detroit, Amerika Serikat, pada 30 Oktober 1933 dengan nama Wallace Deen Muhammad. Nama Warith baru dipilihnya setelah memperjuangkan Islam secara benar dengan pemahaman Sunni. Warith lahir di tengah keluarga Muslim, namun berpemikiran non-mainstream. Sang ayah, Elijah Muhammad, bahkan mengaku sebagai nabi dan mendirikan gerakan Nation of Islam (NOI).

Warith merupakan putra bungsu sekaligus anak kesayangan sang ayah dan dipersiapkan menjadi penerusnya kelak. Namun, kemudian hari Warith mendapati kesesatan dalam gerakan dan pemikiran sang ayah.

Warith kecil hidup bersama keenam saudaranya di Chicago bagian selatan. Di sana ia belajar agama dan bahasa Arab bersama para imigran asal Timur Tengah, seperti Yordania dan Mesir. Ia kemudian masuk ke Akademi Chicago untuk belajar bahasa Inggris, sejarah, dan ilmu sosial.

Sejak kecil, ia hanya menurut ajaran dari sang ayah, mengingat di bawah didikan ayahlah Warith tumbuh. Ia menerima dan menganggap benar seluruh teologi yang dianut NOI, di antaranya Elijah Muhammad merupakan utusan Allah, bangsa kulit putih merupakan setan bermata biru, sebaliknya bangsa kulit hitam merupakan orang asli dengan sifat keilahian yang diberikan Allah. Semua dogma itu diresapi mentah-mentah oleh Warith kecil.

Menginjak usia remaja, Warith merasa ganjil dengan gerakan yang menaungi warga Amerika kulit hitam itu. Terlepas dari isu rasisme yang saat itu menjadi topik hangat di Amerika, Warith merasa ajaran sang ayah berbeda dengan ajaran Nabi Muhammad dan Alquran. Ajaran sang ayah pun berbeda dengan yang dipraktikkan Muslimin di berbagai negeri. Pada usia 13 tahun, ia pun berdoa memohon petunjuk dari Allah. Inilah pintu awal Warith menuju seorang imam yang meluruskan pemahaman Islam NOI dan Muslimin Amerika.

                                                                              ****

Pada 1961 Warith dipenjara di LP Federal Sandstone karena menolak bertugas dalam pelayanan militer negara. Namun, saat di balik jeruji itulah, Warith mendapat pencerahan sepenuhnya. Ia mulai yakin kesalahan ideologi sang ayah dan NOI. Ia mengetahui banyaknya penyimpangan yang dilakukan mereka hingga jauh dari ajaran agama yang benar. Selama tiga tahun dipenjara, ia giat berdoa memohon petunjuk dan semakin giat mengkaji Alquran. Ia pun memahami Islam secara benar dan menolak ajaran sang ayah yang menyimpang.

 

Namun, saat keluar dari penjara, ia masih menyembunyikan gejolak hatinya. Sebagai anak berbakti, ia masih berusaha membela sang ayah meski tak lagi memberikan ajaran sang ayah dan tak mengakui lagi ayahnya merupakan utusan Allah.

Pertentangan Warith terhadap gerakan ini pun akhirnya terkuak. Ia dikucilkan oleh NOI dan diusir dari keluarga. Istri dan anak Warith juga tak segan dilecehkan. Saat itu, kondisi Warith begitu menyedihkan. Ia bahkan sempat bekerja sebagai buruh pabrik dan tukang las. Namun, semangat Warith tak akan padam. Ia bertekad mengenalkan pemahaman Islam yang benar sesuai ajaran Rasulullah.

Waktu bagi Warith pun tiba. Pada 1975 ayahnya meninggal dunia. Para pengikutnya pun kebingungan mencari penggantinya, mengingat Warithlah yang direncanakan memegang estafet kepemimpinan. Tak ada pilihan lain, mereka pun memanggil kembali Warith.

Inilah kesempatan yang dimanfaatkannya untuk meluruskan ajaran yang menyimpang. Memimpin NOI, Warith menyadarkan para pengikut ayahnya yang disebut-sebut mencapai lebih dari dua juta orang. Ia mengajarkan ajaran Islam Suni dan meminta mereka membaca Alquran. Rukun iman dan Islam yang secara cacat dimaknai pengikut NOI, kemudian diajarkan kembali oleh Warith. Kuil milik NOI diubahnya menjadi masjid. Pemimpin NOI yang dianggap sebagai utusan Tuhan pun diubah sekadar sebagai pemimpin atau imam. Warith menghapus anggapan bangsa kulit putih adalah setan. Dengan bijaksana, ia berhasil memberi petunjuk kepada mereka.

                                                                              *****

Pada 1976 sang imam pun mengganti gerakan NOI menjadi sebuah komunitas Muslim bernama World Community of al-Islam in the West. Dua tahun kemudian, organisasi tersebut berubah nama menjadi American Muslim Mission. Ia pun kemudian berbaur dengan Muslimin Amerika dan menyatukan masjid-masjid di bawah satu jamaah, Muslim American Society.

Sejak itu, Warith menjalin hubungan dengan Timur Tengah dan bersahabat dengan pemerintah. Ia terkenal dengan sifat toleransinya kepada umat agama lain. Selama hidupnya, Warith juga banyak menghasilkan karya. Sedikitnya terdapat 30 buku yang pernah ia tulis dan semuanya tersebar luas di universitas-universitas di Amerika.

Ia juga menulis 2.000 artikel dalam jurnal dan surat kabar. Bahkan, Warith membuahkan karya DVD yang ditujukan untuk pembelajaran. Setelah semua kiprah yang dilakukannya bagi Muslimin Benua Amerika, ia pun mengembuskan napas terakhir pada usia 74 tahun. Sang imam meninggal pada 9 September 2008 di Chicagi, Illinois, AS, dan dimakamkan di pemakaman Glenwood Cemetery, Thornton, Illinois, AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement