Senin 04 Mar 2013 14:02 WIB

Alquran Jadi Favorit di Arena IBF

Rep: Ilhami Rizqi Ashya/ Red: Damanhuri Zuhri
Kitab Suci Alquran (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Kitab Suci Alquran (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran dan buku-buku yang terkait ilmu Alquran dominan dalam penyelenggaraan Islamic Book Fair (IBF) 2013. “Setengah dari 300 stan memajangnya,” kata Ketua Panitia IBF Khaeruddin kepada Republika, Ahad (3/3).

Khaeruddin mengatakan, fenomena ini menunjukkan tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam mempelajari kitab sucinya. Tentu penerbit tak akan mencetak jika tak ada pasarnya.

Menurut dia, ragam Alquran dicetak sejumlah penerbit, terutama penerbit yang selama ini menjual produk Alquran. Seseorang tak hanya membeli Alquran untuk dirinya sendiri. Dia juga mengajak anaknya untuk mengenal Alquran.

Sekarang, misalnya, penerbit memudahkan anak-anak untuk membaca dan mempelajari Alquran. Mereka menawarkan pena elektronik Alquran. Dengan menggunakan peralatan ini, anak-anak bisa meniru bagaimana melafalkan surah dengan baik.

Di sisi lain, ujar Khaeruddin, masyarakat juga benar-benar ingn memahami bagaimana sejarah surah-surah dalam Alquran. Tak heran bila tafsir Alquran dan hadis yang berkaitan dengan Alquran juga menjamur.

Ia menambahkan, para penerbit juga kini berlomba mencetak beragam buku pemikiran. Ada yang membedah soal pemikir liberal, ada pula yang menyajikan buku yang menentang pemikiran sekuler dan liberal.

Bagi Khaeruddin, ini tak menjadi masalah. “Pembeli mempunyai banyak pilihan dan mereka memilih mana yang sesuai dengan kebutuhannya,” kata dia.

Menurut dia, sekarang masyarakat terbuka dengan pemikiran-pemikiran yang berkembang. Ia yakin mereka akan mengkritisi setiap pemikiran. Jadi, buku-buku tentang pemikiran akan memperluas wawasan seseorang.

Khaeruddin mengatakan, hingga hari ketiga penyelenggaraan IBF, sudah sekitar 100 ribu pengunjung yang hadir. Acara tahunan yang dibuka 1 Maret itu berlangsung hingga 10 Maret.

Sementara, cendekiawan Muslim, Hamid Fahmi Zarkasyi, dalam dialog “Implementasi Ulama Sebagai Warasatul Anbiya”, memaparkan mengenai keilmuan ulama. Ia berfokus pada siapa sebenarnya yang bisa disebut sebagai ulama.

Menurut ketua umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) ini, seorang ulama mestinya tak hanya mengetahui ilmu fikih. Si ulama juga dituntut mengetahui ilmu dunia.

“Banyak ulama sekarang ditanya soal yang di luar fikih, seperti konser Lady Gaga dan sebagainya,” kata dia. Banyak permasalahan yang diharapkan ikut dipecahkan oleh para ulama.

n

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement