Senin 11 Jun 2012 08:44 WIB

Makkah, Saksi Perjuangan Rasulullah (Bag 2)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Heri Ruslan
Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Antara
Ka'bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID,  Peristiwa di Gua Hira terjadi ketika Rasulullah saw berusia 40 tahun, dan menjadi momen pengangkatan beliau menjadi utusan Allah. Keyakinan mengenai kerasulannya menguat ketika Nabi Muhammad bertemu Waraqah saat hendak mengelilingi Ka’bah.

Waraqah berkata, “Demi Dia yang memegang hidupku, engkau adalah nabi atas umat ini. Engkau telah menerima namuz besar seperti yang telah diberikan pada Musa as. Engkau pasti akan didustakan, disiksa, diusir, dan diperangi. Kalau sampai waktu itu aku masih hidup, aku akan membela yang di pihak Allah.”

Sebelum diutus sebagai pembawa ajaran Islam sekalipun, Rasulullah saw telah percaya pada Tuhan Yang Esa, yang disembah oleh Nabi Ibrahim as. Meski terlahir di tengah lingkungan jahiliyah, beliau tidak pernah terjerumus pada praktik bangsa Arab yang menuhankan berhala kala itu.

Sifat-sifat mulia yang melekat pada diri Rasulullah saw memikat hati Khadijah, seorang wanita saudagar dari bangsa Quraisy. Bersama Khadijah, Rasulullah saw yang menikah ketika berumur 25 tahun dikaruniai enam orang anak, yakni empat putri bernama Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah, serta dua putra bernama al-Qasim dan Abdullah (keduanya meninggal saat masih kecil).

Keutamaan Rasulullah saw lainnya terlihat pada momentum renovasi bangunan Ka’bah. Di usia 35 tahun kala itu, beliau berhasil mendamaikan pemimpin kaum yang bersitegang memperdebatkan siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Dengan selembar kain (yang, menurut sejumlah referensi, tak lain adalah surban Rasulullah saw), para pemimpin tersebut mengangkat Hajar Aswad bersama-sama

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement