Rabu 02 May 2012 08:30 WIB

Serikat Pekerja di Era Kejayaan Islam

Pekerja (ilustrasi)
Foto: novagreens.com
Pekerja (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Heri Ruslan

Pesatnya peradaban Islam di era keemasan tak lepas dari dukungan dan kerja keras para pekerja dan buruh.  Secara khusus, Prof Ahmed Y al-Hassan dan Dr Donald R Hill dalam bukunya bertajuk Islamic Technology: An Illustrated History mengkaji peran para buruh dan pekerja pada masa kejayaan peradaban Islam.

''Kajian tentang buruk dan pekerja dalam peradaban Islam memberikan hasil yang sangat menarik,'' tutur al-Hasan dan Hill. Menurut al-Hassan, dalam budaya Islam terdapat rasa hormat yang sama terhadap semua jenis pekerjaan, usaha dan pertukangan.  Pada masa itu, terampil membuat sebuah barang menjadi sebuah kebanggaan.

Seorang pekerja yang terampil sangat dihargai. ''Tak heran, jika seorang ayah selalu berambisi agar anaknya kelak memiliki kecakapan dalam salah satu bentuk keterampilan,'' imbuh al-Hassan. Dalam bahasa Arab, kata untuk pertukangan, profesi dan industri diturunkan dari akar kata sn' -- yang memiliki konotasi dasar 'membuat' atau 'manufaktur'.

Tukang disebut sani', sedangkan arti kata san'a adalah 'manufaktur', dan sina'asering digunakan untuk menunjuk sebuah profesi atau bidang usaha. Contohnya, sebuah sebuah dermaga kering tempat pembuatan kapal disebut rumah sina'a atau dar al-sina'a.

Peran para tukang, buruh dan pekerja dalam membangun kota-kota Islam sungguh sangat besar.  Tak heran jika peradaban Islam ditandai dengan munculnya kota-kota besar. ''Baghdad, misalnya sempat menjadi kota terbesar di dunia, dengan jumlah populasi mencapai 1,5 juta jiwa,''  papar al-Hassan dan Hill.

Berkat kinerja para buruh dan pekerja yang sangat luar biasa, kota-kota Islam lain pun berlomba menjelma menjadi metropolitan. Saat itu, tak ada satu kota pun di Eropa selain Istanbul yang mampu menyaingi kota-kota di dunia Islam. Menurut al-Hassan, sebagian besar penduduk yang tinggal di kota-kota Islam adalah pembuat berbagai jenis kerajinan tangan dan perdagangan.

Yang menarik lagi, di kota-kota Islam di Timur sudah terdapat organisasi sosial seperti futuwwah. ''Anggotanya terutama anak-anak muda dari kelas pekerja,'' cetus al-Hassan. Sebuah futuwwah, biasanya memiliki pengaruh yang kuat di kalangan para pekerja. Organisasi semacam ini, kata al-Hassan, kadang-kadang menampakkan semaca oposisi terhadap perbedaan kelas.

Anggota futuwwah mempunyai prinsip yang ideal dan mengembangkan hubungan saling  mempengaruhi dengan kelompok pengikut sufi.  Pada masa itu, semua pekerja dengan profesi tertentu sudah dikelompokkan ke dalam serikat kerja masing-masing.  Menurut al-Hassan, dapat dipastikan hubungan antara serikat pekerja , //futuwwah// serta kelompok sufi makin menguat setelah abad ke-11 M.

Masuknya seorang pekerja atau buruh ke dalam sebuah serikat pekerja pada era kejayaan Islam ternyata mampu memberi rasa bangga. Bergabungnya para buruh dan pekerja ke dalam sebuah serikat kerja tak hanya dilandasi tujuan profesional belaka, namun juga ada yang lainn yakni tujuan sosial dan relijius.

''Pencapaian kesempurnaan dari sebuah karya juga menjadi tujuan spiritual mereka,'' ungkap  al-Hassan. Kesempurnaan tak akan tercapai kecuali dengan kerja keras di bawah bimbingan seorang guru yang cakap. Serikat kerja di era keemasan Islam sungguh sangat unik dan menarik, sangat mirip dengan sebuah kelompok sufi.

Sebuah serikat memiliki silsilah  yang bermula dari sang guru kemudian ke orang-orang suci yang diteladani dalam pembuatan barang kerajinan tersebut, selanjutnya ke para nabi. ''Setiap serikat buruh memiliki seorang syeikh, dan semua semua serikat disatukan oleh persatuan //syaikh al-masyaikh// ( syeikh dari para syeikh),'' ungkap al-Hassan.

Dalam setiap serikat pekerja atau buruh terdapat tiga tingkat profesional. Pertama, tingkat magang (mubtadi). Kedua, tingkat san'i, untuk mencapai tingkat itu seorang buruh magang harus melalui ujian keahlian. Tingkat yang ketiga disebut mu'allim alias seorang ahli. Menurut al-Hassan, terkadang sertifikat keahlian (ijazah) juga diberikan kepada mereka yang telah mellaui ujian.

Pada masa itu, kata mu'allim dan ustadz digunakan untuk menunjukkan keahlian pada suatu bidang. Istilah itu juga biasa digunakan untuk menyebut seorang profesor atau guru.  ''Lagi-lagi, istilah itu mencerminkan penghargaan sosial terhadap kecakapan dalam suatu keterampilan dan pertukangan,'' ujar al-Hassan menambahkan.

Menurut al-Hassan, kota-kota dan wilayah Islam pada era keemasan juga termashur akan kecakapan para perajinnya. Seorang geografer Muslim legendaris, al-Muqqadasi dalam catatan perjalanannya menguraikan keutamaan Bilad al-Syam (bagian selatan Suriah Besar). Kata al-Muqqadasi, kota itu memiliki tambang marmer, bahan semua jenis obat-obatan, satrawan dan penulis, ahli kriya dan fisikawan.

Al-Muqqadasi pun mencoba membandingkan kota Damietta dan Tinnis di Mesir. ''Kota Damietta mempunyai ahli kriya yang jauh lebih cakap dibanding Tinnis,'' papar al-Muqqadasi. Kecakapan para perajin di kota al-Mawsul juga dipaparkan sejarawan Muslim al-Qazwini. Menurut dia, penduduk al-Mawsul begitu ramah, gagah, dan tekun sekali dalam membuat kerajinan tangan.

Al-Qawzini pun memaparkan fenomena serupa di kota Isfahan, Persia. ''Para perajin di sana mampu mengungguli kota-kota lainnya dalam setiap jenis pekerjaan tangan,'' tuturnya.  Ia juga mengisahkan kehalian masyarakat di kota Jurjaniyyah. ''Masyarakatnya membuat kerajian yang apik dan cermat seperti halnya seorang pandai besi atau tukang kayu, dan mereka amat teliti dalam pekerjaannya,'' papar al-Qawzini.

Sejarawan Muslim al-Zuhri juga mengisahkan kehebatan para pekerja dan perajin di Andalusia dan Almeria. ''Semua pendudukanya , pria dan wanita adalah perajin-perajin yang bekerja dengan tangan mereka.''  Begitulah, potret dan aktivitas para buruk dan tukang di era keemasan Islam.

Seperti diuraikan di atas, peradaban Islam sangat menghormati dan menghargai semua jenis pekerjaan, usaha dan pertukangan. Hasil kajian al-Hassan dan Hill juga menunjukkan bahwa serikat buruh atau pekerja telah muncul di era peradaban Islam. Nyatalah bahwa sesungguhnya Islam sangat menghargai dan menghormati semua jenis pekerjaan yang dihalalkan agama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement