Selasa 25 Jun 2019 21:27 WIB

Manuskrip Kuno Buktikan Kecerdasan Bangsa Indonesia

Belajar manuskrip bukan berarti belajar sesuatu yang kuno atau terbelakang.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Kapuslitbang Lektur M Zain mengamati naskah masnuskrip keagamaan.
Foto: foto: Puslitbang Lektur
Kapuslitbang Lektur M Zain mengamati naskah masnuskrip keagamaan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ulama-ulama masa lalu di Indonesia banyak menulis kitab-kitab keagamaan, obat-obatan, sains dan lain sebagainya. Hal tersebut dinilai telah mengungkapkan sebuah fakta bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang cerdas.

Namun terjadi keterputusan intelektual pada masa penjajahan, bahkan banyak dari kitab-kitab tersebut dibawa ke luar negeri. Oleh karena itu, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta menyusun monograf atau katalog naskah keagamaan.

Pengarah Kapuslitbang LKKMO Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Muhammad Zain mengatakan, para ahli manuskrip mengatakan bahwa manuskrip menyimpan memori intelektual suatu bangsa. Dengan mempelajari manuskrip dari masa lalu akan bisa menyerap ide, pandangan dan falsafah hidup para penulisnya. Tentu akan sangat bermanfaat jika manuskrip-manuskrip tersebut dipelajari oleh generasi sekarang.

"Itu (mempelajari manuskrip) sangat penting untuk terjadinya kesinambungan intelektualitas, dengan mempelajari manuskrip artinya kita menyambungkan diri dengan intelektualitas masa lalu, dan sebuah bangsa yang besar menguasai peradaban masa lalunya," kata Zain kepada Republika.co.id, usai membuka kegiatan pembahasan draf final kegiatan pengembangan penyusunan monograf/ katalog naskah keagamaan Cirebon II di Bogor, Selasa (25/6).   

Menurutnya, belajar manuskrip bukan berarti belajar sesuatu yang kuno atau terbelakang. Belajar manuskrip seperti menarik anak panah dari busurnya, semakin jauh menariknya maka semakin melesat jauh kedepan anak panahnya. Makanya bangsa-bangsa besar awalnya merawat dan mengkaji manuskrip serta khazanah bangsa mereka.

Dia menceritakan, pada masa lalu hidup ulama besar bernama Syekh Abdurrauf as-Singkili yang banyak menulis kitab. Syekh tersebut membuat sebuah kitab tentang perjalanan spiritual. "Ada yang menarik dari kitab tersebut pada halaman dua yang saya baca, di sana ditulis tidak boleh orang saling menyalahkan, barang siapa orang yang senang menyalahkan saudaranya itu ciri orang bodoh, itu nasihat yang luar biasa," ujarnya.

Dia mengungkapkan bahwa di Nusantara banyak ulama seperti Syekh Abdurrauf as-Singkili yang menulis banyak kitab. Artinya jika karya-karya mereka dipelajari lagi oleh generasi saat ini akan sangat luar biasa hasilnya. 

Dengan mempelajari manuskrip, menurut Zain akan diketahui sebuah fakta bahwa Indonesia adalah bangsa yang cerdas dan berkeadaban. Selain manuskrip keagamaan juga banyak manuskrip lainnya karya kaum intelektual Nusantara, seperti sebuah manuskrip yang menulis tentang pembuatan kapal layar.

Ia menjelaskan, dari manuskrip tersebut diketahui pada sekitar tahun 1600 masyarakat Makassar sudah membuat kapal-kapal dagang yang besar. "Bahkan lebih besar dari kapal-kapal milik orang Eropa, tapi karena kita terlalu lama dijajah terjadi keterputusan intelektual (saat masa penjajahan), banyak manuskrip dibawa ke luar negeri," jelasnya.

Maka menurut Zain, kegiatan pembahasan draf final kegiatan pengembangan penyusunan monograf/ katalog naskah keagamaan Cirebon II yang dilakukan Balai Litbang Agama Jakarta sangat penting. Karena dalam kegiatan tersebut mempertemukan filologi, peneliti, pengkaji, praktisi, kurator, generasi milenial dan lain-lain. Artinya kegiatan tersebut diselenggarakan agar ada ketersambungan intelektual di antara mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement