Ahad 23 Jun 2019 19:09 WIB

Betawi dan Islam tak Bisa Dipisahkan

Setiap yang tahu Betawi pasti tahu Islam.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Salah satu Warga Betawi di wilayah Setu Babakan, Salim (65 tahun), Ahad (9/6).
Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama
Salah satu Warga Betawi di wilayah Setu Babakan, Salim (65 tahun), Ahad (9/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Ma'had Aly Zawiyah Jakarta, Ustazah Badrah Uyuni pun menyebut antara Betawi dan Islam adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Setiap yang tahu Betawi pasti tahu Islam. Betawi yang tidak memiliki kerajaan membuat Islam masuk dengan mudah lewat pesisirnya.

"Pengalaman saya sendiri, kalau yang komunitasnya betawi dan ada ulama atau habaibnya, biasanya Islamnya kental. Tapi, Betawi pinggiran yang tidak tersentuh Islam, saya lihat agamanya tidak terlalu kuat. Saya juga nggak paham kenapa bisa begitu. Betawi abangan ini ada, tapi jumlahnya paling tidak lebih dari 10 persen," ujar dia.

Baca Juga

Untuk masalah pengajian, ia menyebut, saat ini banyak dilakukan di daerah pinggiran. Wilayah kota masih ada pengajian, tapi terjadi pergeseran budaya. Di wilayah pusat kota, sudah sedikit yang menamakan diri mereka sebagai orang Betawi, kebanyakan menyebut sebagai orang Jakarta.

Ustazah Badrah juga masih mengingat pesan yang disampaikan almarhum ayahandanya, Abuya KH Saifuddin Amsir. Sang ayah pernah menyatakan jika Jakarta ini paket komplet di mana semua hal ada, termasuk dari sisi manusianya. Ada manusia yang rajin ibadah, adapula yang rajin maksiat.

"Beliau (KH Saifuddin Amsir) bi lang, kalau Allah mau ngasih bencana besar ke Jakarta itu gampang karena banyak maksiatnya. Tapi ini tidak benar-benar terjadi karena yang namanya shalawat di setiap kampung pasti ada," lanjut dia.

Di lingkungan yang mayoritas Betawi, dia menyebut masyarakatnya juga akan saling mengajak tetangganya untuk ikut ke pengajian-pengajian. Apalagi, jika tetangganya adalah pendatang. Hanya, dia meng aku, orang Betawi punya kebiasaan kalau belajar maunya gurunya yang dari Betawi karena merasa lebih relevan.

Di kampus Ma'had Aly Zawiyah Jakarta, ia pun menyebut berusaha melestarikan keberadaan dan karyakarya dari ulama Betawi. Kampus juga mencoba untuk membaca dan mengkhatamkan karangan ulama Betawi dan nusantara. Salah satunya, karangan Habib Utsman bin Yahya.

"Kalau kemudian ternyata masih belum cukup mengover mata kuliah, kita ambilkan dari karya-karya ulama nusantara, baru ke ulama Timur Tengah. Karangan ulama Betawi ini tipis-tipis jadi gampang dihafalnya," lanjutnya.

Kampus Zawiyah disebut mencoba untuk membangun budaya menggunakan karya ulama Betawi dan nusantara. Hal ini dilakukan agar mahasiswanya juga mengenal dengan ulama asal Indonesia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement