Sabtu 22 Jun 2019 18:00 WIB

Keistimewaan Tua dan Beruban

Orang yang dipanjangkan umurnya adalah orang yang dipanjangkan masa menuju kematian.

Rep: Irwan Kelana/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi - Orang tua
Foto: abc
Ilustrasi - Orang tua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Shubuh Al Ahad (MSA) mengadakan kajian di Masjid al Ikhlas , Kampung Parung bingung, Kelurahan Rangkapan Jaya Baru, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat, Ahad (16/6). Kegiatan ter sebut diawali dengan shalat Subuh berjamaah, lalu di lanjutkan dengan ceramah umum yang disampaikan oleh pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Akhyar, Parungbingung, Dr Syamsul Yakin MA.

Dalam kesempatan itu, Syamsul Yakin yang juga dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mem bahas tentang keistimewaan tua dan beruban. Ia menukil kitab Mawaidz al-Ushfuriyah yang di tulis Syaikh Muhammad bin Abi Bakar.

Penulis kitab itu mengutip hadis Nabi Muhamamd SAW yang bersumber dari Anas bin Malik, "Sesungguhnya Allah senantiasa menatap wajah orang yang sudah tua pada pagi dan sore hari. Allah seraya berfirman, 'Wahai hamba- Ku, sungguh usiamu telah tua, kulitmu kian menipis, tulangmu pun telah merapuh sedang ajalmu sudah dekat, karena itu telah tiba waktumu untuk menjumpaiku.

Maka malulah kamu kepada-Ku, lantaran ubanmu Aku malu me nyiksamu di neraka." Hadis ini, kata Syamsul Yakin, paling tidak memberi dua informasi. Pertama, Allah meng ajak manusia untuk memperhati kan kondisi fisik, psikis, dan fi sio terapis. Hal ini penting sebagai upaya rehabilitasi baik pencegahan maupun diagnosis.

"Salah satunya adalah dengan cara mengingat mati yang ditandai dengan menuanya usia, menipisnya kulit, dan merapuhnya tulang," ujar ulama kelahiran Kam pung Parungbingung itu. Dalam surah Yaasin ayat 68 Allah menegaskan hal ini, "Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian( nya) …"

Dalam ayat ini orang yang dipanjangkan umurnya adalah orang yang dipanjangkan masa menuju kematiannya. Kon se kuen si nya adalah menuanya usia, menipisnya kulit, dan merapuhnya tulang seperti awal penciptaan. "Inilah yang dimaksud Allah mengembalikan manusia kepada kejadiannya, yakni merotasi dari kondisi prima kepada tidak berdaya dan lemah," ujarnya.

Tentang hal ini, dalam surah ar-Ruum ayat 54, Allah memper tegas, "Allah, Dialah yang men cip takan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan ber uban."

Kedua, hadis ini juga merupakan kabar gembira buat orang yang sudah tua, yakni orang yang telah tumbuh uban di kepala. "Ini misalnya, terkuak dalam penggalan hadis, 'malulah kamu ke pada-Ku, lantaran ubanmu Aku malu menyiksamu di neraka'," ujar Syamsul Yakin.

Serupa dengan hal ini, terdapat sebuah hadis qudsi yang di ku tip Syaikh Hamami Zadah da lam Kitab Tafsir Surah Yaasin, Allah SWT berfirman, "Uban itu adalah cahaya-Ku, karena itu Aku malu membakar cahaya-Ku dengan api-Ku." Mengapa demikian? Alasannya, mana mungkin Allah membakar manusia yang tekun beribadah sejak rambutnya hitam hingga memutih?

Selanjutnya, Syaikh Muham mad bin Abi Bakar bercerita ter kait hadis di atas. Ali bin Abi Tha lib satu hari berjalan menuju masjid dengan tergesa-gesa untuk shalat Subuh berjamaah. Namun, di tengah jalan, ia bertemu orang tua berusia lanjut berjalan dengan perlahan di depan.

Ali menghormati orang tua itu dan tidak mau mendahului hingga dekat pintu masjid. Ternyata orang tua itu tidak masuk ke dalam masjid. Akhirnya, Ali tahu bahwa orang tua itu beragama Nasrani.

Tak membuang waktu, Ali langsung masuk masjid dan mendapati Nabi SAW masih dalam keadaan ruku pada rakaat pertama dan tampaknya Nabi SAW mem

perpanjang ruku hingga dua kali ruku. Beruntunglah Ali, hingga ia bisa shalat Subuh berjamaah. Setelah shalat, Ali bertanya ke pada Nabi SAW, "Ya Rasu lu llah, gerangan apakah yang menyebabkan engkau memanjang kan ruku, padahal engkau belum pernah melakukannya?"

Nabi SAW menjawab, "Pada saat aku ruku' dan membaca tasbih lalu aku akan mengangkat kepalaku, tiba-tiba Jibril datang dan meletakkan sayapnya di punggungku dalam waktu yang agak lama. Setelah Jibril meng angkat sayapnya, aku baru bisa mengangkat kepalaku."

Para sahabat bertanya, "Mengapa Jibril melakukan hal itu?" Nabi SAW menjawab, "Aku tidak sempat bertanya tentang hal itu." Lalu, datanglah Jibril seraya berkata, "Wahai Muhammad, sebenarnya Ali tergesa-gesa hendak shalat berjamaah, namun di tengah jalan ia menjumpai orang tua beragama Nasrani. Ali menghormati dan tidak mau mendahului karena menjaga kehormatan hak orang tua itu. Demi hal itu, Allah memerintahkan aku untuk menekan punggungmu di saat ruku', agar Ali dapat menyusul shalat Subuh berjamaah."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement