Selasa 18 Jun 2019 16:42 WIB

Dengar Nama Khodja, Warga Turki Langsung Terpingkal-pingkal

Humor-humor ala Khodja kemudian berkembang menjadi bagian dari sastra.

Ilustrasi humor sufi Nasrudin Khoja.
Foto: Kampunglucu.com
Ilustrasi humor sufi Nasrudin Khoja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu masa, Khodja hijrah ke Aksehir dan menikah. Di kota ini, ia menjadi seorang imam dan hakim.

Di kota ini pula, kisah-kisah humornya makin berkembang dan dikenal oleh setiap lapisan masyarakat. Humornya tak hanya bernilai tinggi, tetapi juga memiliki komentar cerdas.

Baca Juga

Ada dua fakta yang berbeda mengenai keberadaan Khodja. Dokumen milik Sayyid Mahmud Hayrani menyebut Khodja hidup pada 1257, sementara dokumen milik Sultan Haji Ibrahim menyebut Khodja hidup antara 1266-1267.

Namun, berdasarkan bukti-bukti yang ada, ia diyakini hidup pada abad ke-13. Makamnya berada di Kota Aksehir, dekat Konya, Turki. Sebuah batu makam di permakaman Maulana Jalaludin Rumi tertulis Nasruddin putri Fatima. Dia meninggal pada 1326. Apa yang tertulis pada batu makam itu memperkuat dugaan bahwa Khodja hidup pada akhir abad ke-13 di sekitar Konya.

Tak hanya di Timur Tengah, cerita-cerita lucunya juga tersebar dari Turki, Afrika, dan sepanjang Jalur Sutra yang membentang dari Cina, India, hingga Eropa. Selama 700 tahun, kisah-kisah humornya tersebar di berbagai wilayah dan membuat banyak orang terhibur.

Khodja dikenal dengan berbagai nama. Di Turki, dia dikenal sebagai Nasreddin Hoca, masyarakat Kazakhstan mengenalnya sebagai Koja Nasreddin, di Yunani dipanggil sebagai Hoja Nasreddin, sementara di Azerbaijan, Afghanistan, Iran, dan Timur Tengah Khodja dikenal sebagai Juha. Bahkan, UNESCO pun mengapresiasi karya-karya Khodja dengan menjadikan tahun 1996 sebagai Nasreddin Hoca Year.

Humor-humor ala Khodja kemudian berkembang menjadi bagian dari sastra. Di Turki, leluconnya masuk dalam jenis prosa. Tak hanya tersebar di berbagai negara, karya Khodja juga diterjemahkan ke berbagai bahasa, di antaranya bahasa Albania, Arab, Azeri, Bengali, Bosnia, Hindi, Pashto, Persia, Serbia, Urdu, Kroasia, Kaukasia, dan Cina.

Karena penerjemahan itu, karya Khodja pun mengalami penambahan narasi, khususnya versi bahasa Arab dan Persia, tetapi masih mengikuti tradisi Turki. Karya Khodja semakin populer pada masa Kesultanan Turki Utsmani.

Humor satire Khodja tidak dianggap sebagai pelanggaran di masa kontemporer. Karyanya dianggap sebagai rasa humor yang dinyatakan secara langsung dan terbuka. Saat itu belum ada aturan baku sastra terkait isi dan bentuk. Kala itu, hanya dengan mendengar nama Khodja saja sudah membuat orang Turki terpingkal-terpingkal.

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement